A. Pengertian
Intelegensi
Secara Etimologis Intelegensi berasal dari bahasa
Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus
dan Intelligentia atau Intellegere”. Teori tentang intelegensi pertama kali
dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya
disebut “Noeseis”. Intelegensi berasal dari kata Latin,yang berarti memahami.
Jadi intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari
daya atau potensi untuk memahami sesuatu.Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli
a. Alfred
Binet (1857-1911) & Theodore Simon
Inteligensi
terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah
dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri (autocriticism).
b. Lewis
Madison Terman (1916)
Mendefinisikan
inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
c. H.
H. Goddard (1946)
Mendefinisikan
inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang
akan datang.
d. V.A.C.
Henmon
Mengatakan
bahwa inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
e. Baldwin(1901)
Mendefinisikan
inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.
f. Edward
Lee Thorndike (1913)
Mendefinisikan
inteligensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan
kebenaran atau fakta.
g. Walters
dan Gardber (1986)
Mendefinisikan
inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang
memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi
eksistensi suatu budaya tertentu.
B. Faktor
– faktor yang mempengaruhi intelegensi
Intelegensi
orang satu dengan yang lain cenderng berbeda-beda. Hal ini karena beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi intelegensi antara
lain sebagai berikut:
a. Faktor
Bawaan
Dimana
faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan
atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh
faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang
bodoh, agak pintar. Dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan
pelatihan yang sama.
b. Faktor
Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana
minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong
manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh
manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
c. Faktor
Pembentukan
Dimana
pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang
direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak
direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
d. Faktor
Kematangan
Dimana
tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap
organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia
telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing.Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu
mengerjakan atau memecahkan soal soal matematika di kelas empat sekolah dasar,
karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi
jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan
berhubungan erat dengan faktor umur.
e. Faktor
Kebebasan
Hal
ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah
yang sesuai dengan kebutuhannya.Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan
saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan
seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor
saja.
C. Tahap
perkembangan intelegensi menurut piaget yaitu :
a. Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Menurut
Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat
periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan
dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a) Sub-tahapan
skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.
b) Sub-tahapan
fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c) Sub-tahapan
fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan
dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d) Sub-tahapan
koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas
bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang
permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek).
e) Sub-tahapan
fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas
bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan.
f) Sub-tahapan
awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.
b. Periode
praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat
tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah
akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis
muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan
tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini,
anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan
kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat
dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan
satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda
atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti
tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam
tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka
masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di
dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda
yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
c. Periode
operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Tahapan
ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a) Pengurutan—kemampuan
untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya,
bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
b) Klasifikasi—kemampuan
untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
c) Decentering—anak
mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
d) Reversibility—anak
mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e) Konservasi—memahami
bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan
dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di
gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
f) Penghilangan
sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang
lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam
kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
d. Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir
perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam
usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta,
bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk
hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya.
Dilihat dari
faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini,
sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan
tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
D. Teori-Teori
Intelegensi
a. Teori
Faktor
Teori
ini dikembangkan oleh Spearman, dia mengembangkan teori dua faktor dalam
kemampuan mental manusia. Yakni :
a) Teori
faktor “g” (faktor kemampuan umum) : kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas
– tugas secara umum (misalnya, kemampuan menyelesaikan soal – soal matematika)
b) Teori
faktor “s” (faktor kemampuan khusus) : kemampuan menyelesaikan masalah atau
tugas – tugas secara khusus (misalnya, mengerjakan soal – soal perkalian,atau
penambahan dalam matematika)
b. Teori
Struktural Intelektual
Teori
ini dikembangkan oleh Guilford, dia mengatakan bahwa tiap-tiap kemampuan
memiliki jenis keunikan tersendiri dalam aktifitas mental atau pikiran
(operation), isi informasi (content), dan hasil informasi (product).
c. Teori
Inteligensi Majemuk (multiple intelligences)
Teori
ini dikembangkan oleh Howard Gadner, dalam teorinya ia mengemukakan sedikitnya
ada tujuh jenis inteligensi yang dimiliki manusia secara alami, diantaranya:
a) Inteligensi
bahasa (verbal or linguistic intelligence) yaitu kemampuan memanipulasi kata –
kata didalam bentuk lisan atau tulisan. Misalnya membuat puisi
b) Inteligensi
matematika-logika (mathematical-logical) yaitu kemampuan memanipulasi
sistem-sistem angka dan konsep-konsep menurut logika. Misalkan para ilmuwan
bidang fisika, matematika.
c) Inteligensi
ruang (spatial intelligence) adalah kemampuan untuk melihat dan memanipulasi
pola-pola dan rancangan. Contohnya pelaut, insinyur dan dokter bedah.
d) Inteligensi
musik (musical intelligence) adalah kemampuan memahami dan memanipulasi
konsep-konsep musik. Contohnya intonasi, irama, harmoi.
e) Inteligensi
gerak-tubuh (bodily-kinesthetic intelligence) yakni kemampuan untuk menggunakan
tubuh dan gerak. Misalkan penari, atlet.
f) Inteligensi
intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami perasaan – perasaan sendiri,
refleksi, pengetahuan batin, dan filosofinya,contohnya ahli sufi dan agama.
g) Inteligensi
interpersonal yaitu kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun perasaan –
perasaannya, misalnya politis, petugas klinik, psikiater.
d. Teori
Intelegensi Thurstone
Thurstone
memfokuskan teori intelegensinya pada satu faktor, yaitu g faktor, akan tetapi
ia menekankan intelegensi pada tujuh kemampuan mental utama yang berbeda.
Kemampuan mental tersebut meliputi :
a) Verbal
comprehension ( kemampuan dalam pemahaman bahasa)
b) Reasoning
( kemampuan berpikir logis )
c) Perceptual
speed ( kemampuan dalam mendeteksi kesamaan atau perbedaan dari berbagai desain
/ gambar )
d) Numerical
ability ( kemampuan berhitung )
e) Word
fluency ( kemampuan berpikir tentang kosa kata secara tepat )
f) Associative
memory ( ingatan sosiatif )
g) Spatial
visualization ( kemampuan dalam menentukan bentuk benda dalam posisi yang telah
berubah )
Thurstone
mengadakan penelitian tentang intelegensi. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ketujuh kemampuan mental tersebut berkolerasi positif antara
satu dengan yang lainnya. Dengan demikian apabila seorang anak mendapatkan skor
yang tinggi pada verbal comprehension atau kemampuan dalam pemahaman bahasa,
maka ia akan memperoleh skor yang tinggi pula dalam kemampuan mental yang
lainnya.
E. Alat
Ukur Kecerdasan
a. Tes
intelegensi individual
a) Tes
Stanford-Binet
b) Tes
SkalaWecsler
b. Tes
intelegensi kelompok
a) Tes
inteligensi lorge – Thorndike
b) Tes
inteligensi kulmann – aderson
c) Tes
otis – lennon school mental abilities
F. Pengertian
Multi Intelligensi
Sebuah
penilaian yang melihat secara desktiptif bagaimana individu menggunakan
kecerdasannya untuk memecahkan masalahdan menghasilkan sesuatu.Jenis – jenis Multiple
Intellengences yaitu :
a. Kecerdasan
Linguistik
b. Kecerdasan
Logika – Matematika
c. Kecerdasan
Fisik
d. Kecerdasan
Visual – Spasial
e. Kecerdasan
Intrapersonal
f. Kecerdasan
Interpersonal
g. Kecerdasan
Musikal
Pengembangan PKN di SD
Dosen : Dr.c Dirgantara Wicaksono,CH,CHt,S,Pd,M,Pd,MM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar