PROFESI
GURU
MASALAH MENDIDIK GURU BERKUALITAS
- Pengertian Guru Yang Berkualitas
Guru
yang berkualitas adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal. Dengan kata lain guru yang berkualitas adalah orang
yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di
bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memiliki
pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik
dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam
kompetensi guru.
Tetapi
diatas semuanya itu, tugas paling utama dari seorang guru adalah mendidik yang
artinya guru tidak hanya membagikan ilmu kepada muridnya (knowledge) tetapi
mendidik para siswanya dalam hal bersikap dan bertindak (attitude). Menjadi
guru juga bukan berarti bahwa guru adalah seorang dewa dan orang yang selalu
benar sehingga tidak mau menerima segala kritikan. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Munif Chatib bahwa guru yang berkualitas adalah guru yang tidak penah
berhenti belajar. Bagaimana mungkin seorang guru mau mengajar sedangkan dia
tidak pernah mau belajar.
Oleh
karena itu, guru yang berkualitas adalah guru yang selalu memperlengkapi
dirinya dengan tidak pernah berhenti belajar. Salah satu indikator dari guru
pembelajar adalah guru yang bersahabat dengan selalu siap untuk dikeritik,
sekalipun oleh para peserta didiknya sendiri.
Mengenai
ciri-ciri seorang guru yang berkualitas masih terdapat satu hal yang tidak
boleh ditinggalkan dan dilupakan. Hal tersebut ialah bahwa seorang guru yang
berkualitas mesti dan harus menjadi teladan dan contoh yang dapat diteladani
oleh para peserta didiknya. Para pererta didik sebenarnya adalah
merupakan sebuah cermin bagi para guru disaat menyampaikan pelajaran dan
bertingkah laku. Guru dapat menilai diri mereka sendiri disaat proses
pembelajaran telah usai dengan memperhatikan perkembangan para peserta
didiknya. Guru yang berkualitas pasti akan bertingkah laku yang baik. Dalam hal
ini, secara tidak langsung guru mentransfer hal-hal yang baik kepada para
peserta didik dengan menjadi teladan bagi mereka sehingga mereka melihat dan
meneladani apa yang telah dilakukan oleh gurunya.
Dari
semua hal yang dipaparkan diatas, yang terpenting dan yang terutama adalah
menjadi seorang guru pastinya diperlukan komitmen, kompetensi dan kearifan
dalam mendidik. Mengerjakan tugas dan kewajiban sebagai guru harusnya dilakukan
dengan hati yang tulus dan bukan semata-mata karena tuntutan pekerjaan. Karena
itu, untuk dapat menghasilkan seorang guru yang berkuallitas diperlukan juga
pelatihan-pelatihan yang berkualitas bagi calon-calon tenaga didik. Agar tujuan
besar dari seorang tenaga pendidik dapat tercapai.
- Kriteria Guru Berkualitas
Guru
yang berkualitas harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
- Memiliki bakat sebagai guru,
- Memiliki keahlian sebagai guru,
- Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi,
- Memiliki mental yang sehat,
- Berbadan sehat,
- Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas,
- Guru adalah manusia berjiwa Pancasila,
- Guru adalah seorang warga negara yang baik,
- Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang,
- Pengembangan profesi secara berkesinambungan.
- Faktor-Faktor Penghambat Peningkatan Kualitas Guru
Ada
beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam usaha pengembangan danpeningkatan
kualitas guru di Indonesia, di antaranya adalah:
- Faktor personal, berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagipemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi.
- Faktor ekonomis, berupa terbatasnya kemampuan finansial guru untuk secaraberkelanjutan mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai gurusehingga memaksa mereka bekerja bermacam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.
- Faktor struktural, berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi gurusehingga mereka tidak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalurpengembangan profesi atau karier yang membuat mereka merasa tidak berdaya,terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi yang mengikat para guru, sehingga tidak mampu mengembangkan kreativitas.
- Faktor sosial, berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru,kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dankurangnya fasilitas sosial bagi pengembangan profesi guru.
- Faktor budaya, berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu sehingga para gurubekerja seadanya.
- Indikasi Rendahnya Kualitas Guru di Indonesia
Tanda-tanda
kurang atau rendahnya kualitas guru di Indonesia antara lain:
- Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan;
- Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus- menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan.
- Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna bidang, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.
- Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri dan kontinu menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .
- Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru Saat Ini
Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan
dengan gurusebagai satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai
upaya pembaharuanpendidikan telah banyak dilakukan antara lain melalui
perbaikan sarana, peraturan,kurikulum, dsb. tapi belum mempriotitaskan guru
sebagai pelaksana di tingkat instruksionalterutama dari aspek kesejahteraannya.
Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengankondisi guru antara lain
sebagai berikut.
- Kuantitas, kualitas, dan distribusi.
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum
cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang.
Kekurangan guru diberbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar,
merupakan masalah besar terutama didaerah pedesaan dan daerah terpencil.Dari
aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum
memilikipendidikan minimal yang dituntut. Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa
dari 2.783.321orang guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya
(1.254.849 orang) non-PNS, baru sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi
S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanyamasih di bawah D-3 atau lebih rendah.Dari aspek
penyebarannya, masih terdapat ketidak seimbangan penyebaran guru antarsekolah
dan antar daerah.. Dari aspek kesesuaiannya, di SLTP dan SM, masih terdapat
ketidak sepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.
- Kesejahteraan.
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa
kesenjangan yangdirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di
antaranya adalah:
- Kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya,
- Kesenjangan antara guru dengan dosen,
- Kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SDdengan guru
- SLTP dan Sekolah Menengah,
- Kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara, dengan guru swastayang digajioleh pihak swasta,
- Kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer,
- Kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada dipedesaan atau daerah terpencil,
- Kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringantetapi di lain pihak ada yang beban tugasnya banyak (misalnya di sekolah yangkekurangan guru) akan tetapi imbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraanmencakup aspek imbal jasa, rasa aman, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, danpengembangan karir.
- Manajemen guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam
pengelolaanyang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang
berlandaskan paradigma pendidikan(antara lain manajemen pemerintahan,
kekuasaan, politik, dsb.).Dari aspek unsur danprosesnya, masih dirasakan
terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan,rekrutmen, pengangkatan,
penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakanbelum terdapat
keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru.Rerkrutmen
dan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan
kendalaterutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan
distribusi. Pembinaan dansupervisi dalam jabatan guru belum mendukung
terwujudnya pengembangan pribadi danprofesi guru secara proporsional. Mobilitas
mutasi guru baik vertikal maupun horisontalmasih terbentur pada berbagai
peraturan yang terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme”sektoral.
Pelaksanaan otonomi daerah yang “kebablasan” cenderung membuat manajemen guru
menjadi makin semrawut.
- Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum
memperolehpenghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya
memberikan penghargaankepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba
kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum memberikan motivasi
bagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak dipersepsi
sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru
harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratisdengan
melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna
jasaguru itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai
fasilitator.
- Pendidikan guru Sistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya.
Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankanpada
sisi akademik dan kurang memperhatikan pengembangan
kepribadiandisampingkurangnya keterkaitan dengan tuntutan perkembangan
lingkungan. Pendidikan guru yang adasekarang ini masih bertopang pada paradigma
guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik
adalah yang menguasai pengetahuan dan cakapmenyampaikannya.
Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam
pembelajarandan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta
didik. Pada hakekatnyapendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian
disamping penguasaan materi ajar.Sebagai akibat dari hal itu semua, guru-guru
yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengankondisi kebutuhan lapangan baik
kuantitas, kualitas, maupun kesepadannya dengankebutuhan nyata.
- Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan.
- Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan.
- Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.
- Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri untuk menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .
Hal
di atas setidak-tidaknya merupakan bukti pendukung bahwa mutu profesionalitas
guru di Indonesia masih rendah. Kurang memuaskan, bahkan memprihatinkan
meskipun berbagai upaya pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas sudah
dilakukan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena terdapat berbagai kendala
pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas guru di Indonesia, di
antaranya adalah;
- Kendala personal berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagi pemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi.
- Kendala ekonomis berupa terbatasnya kemampuan financial guru untuk secara berkelanjutan mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai guru sehingga memaksa mereka bekerja bermacam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.
- Kendala struktural berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi guru sehingga mereka tidak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalur pengembangan profesi atau karier yang membuat mereka merasa tidak berdaya, terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi yang mengikat para guru, sehingga tidak mampu mengembangkan kreativitas.
- Kendala sosial berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dan kurangnya fasilitas sosial bagi pengembangan profesi guru.
- Kendala budaya berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu sehingga para guru bekerja seadanya.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yakni dengan
menciptakan guru yangprofesional dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas
guru, sehingga masalah pendidikandi Indonesia dapat terselesaikan dengan baik,
maka dibutuhkan peran serta dan keterlibatanlangsung dari guru itu sendiri dan
pemerintah. Kenyataan menunjukkan bahwa masihsebagian besar guru
underqualified, tingkat penguasaan bahan ajar dan keterampilan dalammenggunakan
metode pembelajaran yang inovatif masih kurang. Untuk itu perlu upayapeningkatan
kualitas guru melalui berbagai cara antara lain : penentuan standar
kompetensi,uji kompetensi dan sertifikasi guru, penilaian kinerja guru,
penataran /pelatihan guru,peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme guru,
studi lanjut, peningkatan kualitas LPTKpenghasil guru, dan lain-lain
- Upaya Meningkatkan mutu dan kualitas guru SD
Peningkatan
kualitas guru tidak dapat dilakukan secara spektakuler, coba-coba dan instan.
Peningkatan kualitas harus berdasarkan data, tujuan, sasaran dan target yang
jelas. Evaluasi ketercapainyapun harus dilakukan secara cermat, dikomunikasikan
objektif, dan terbuka. Inilah bagian dari tantangan peningkatan kualitas guru
di sekolah. Peningkatan kualitas guru guru
dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan
(diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.
- Pendidikan dan Pelatihan
- Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, Sekolah/Madrasah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
- Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru Sekolah/Madrasah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
- Kemitraan Sekolah/Madrasah. Pelatihan melalui kemitraan Sekolah/Madrasah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di Sekolah/Madrasah atau di tempat mitra Sekolah/Madrasah. Pembinaan melalui mitra Sekolah/Madrasah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.
- Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi.
- Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di Balai Pendidikan dan Pelatihan dan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Agama, P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.
- Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
- Pembinaan internal oleh Sekolah/Madrasah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala Sekolah/Madrasah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
- Pendidikan lanjut/Studi Lanjut Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi. Dalam melaksanakan pembinaan professional guru, kepala sekolah bisa menyusun program penyetaraan bagi guru-guru yang memiliki kualifikasi D III agar mengikuti penyetaraan S1/Akta IV, sehingga mereka dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan yang menunjang tugasnya
- Mengikuti Penataran Guru.
Penataran guru menurut Steig dan Frederich (teori dan Praktek) yaitu:
segala sesuatu yang berhubungan dangan kegiatan-kegiatan pada sebagian
personalia yang bekerja akan meningkatkan pertumbuhan dan kualifikasi
mereka.Penataran dilakukan berkaitan dengan kesempatan bagi guru-guru untuk
berkembang secara profesional untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Mengingat tugas rutin di dalam
melaksanakan aktivitas-aktivitas mendidik dan mengajar, maka guru perlu untuk
menambah ide-ide baru melalui kegiatan penataran.Peyelenggaraan penataran,
sebagai salah satu teknik peningkatan kompetensi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
- Sekolah yang bersangkutan mengadakan penataran sendiri dengan menyewa tutor (penatar) yang dianggap profesional dan dapat memenuhi kebutuhan.
- Sekolah bekerja sama dengan sekolah-sekolah lain atau lembaga-lembaga lain yang sama-sama membutuhkan penataran sebagai upaya peningkatan personalia.
- Sekolah mengirimkan atau mengutus para guru untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh sekolah lain, atau lembaga departemen yang membawahi.
Ada beberapa asumsi yang mendasari pengembangan penataran ini,
yaitu:
- Penataran guru adalah kebutuhan lestari dan berkelanjutan yang dapat membawa kemajuan.
- Teknologi pendidikan adalah salah satu inovasi yang dapat dikembangkan, diperbaiki dan disempurnakan, diserap atau disesuaikan untuk dapat diterapkan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
- Pendidikan seumur hidup akan memperoleh makna yang besar bila dalam pelaksanaan tugas mereka, guru-guru telah memiliki perspektif baru dan ide-ide inovatif.
- Dengan mengikutsertakan guru-guru dalam penataran yang diorganisasi dan dilaksanakan dengan baik oleh pendidik yang berkompetensi tinggi, baik metode maupun isi pengetahuan, dan bentuknya, mereka pasti menjadi alat yang strategis dan unsur-unsur perubahan yang memiliki tenaga yang kuat dalam penyebaran inovasi.
- Upaya mempersatukan organisasi, manajemen dan tanggungjawab penataran adalah suatu keharusan bagi organisasi yang sehat dan efektif.
- Keberhasilan dan kemajuan pendidikan dalam bidang penataran guru di masa depan terletak pada kompetensi sumber-sumber (guru dan fasilitas) dan program dari pusat penataran yang bersangkutan.
- Mengikuti MGBS (Musyawarah Guru Bidang Studi-SMP) KKG(Kelompok Kerja Guru-SD)
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya, sudah pasti akan
menjumpai permasalahan-permasalahan yang harus dicari pemecahannya.
Permasalahan ini mungkin datang dari pihak luar atau mungkin dari teman
sejawat, yang hal ini perlu dengan segera untuk mencari pemecahannya, misalnya
melalui MGBS yaitu ; guru dalam mata pelajaran berkumpul bersama untuk
mempelajari atau membahas masalah dalam proses belajar mengajar. Adapun MGBS
ini bertujuan untuk menyatukan terhadap kekurangan konsep makna dan fungsi
pendidikan serta pemecahannya terhadap kekurangan yang ada. Disamping itu juga
untuk mendorong guru malakukan tugas dengan baik, sehingga mampu membawa mereka
kearah peningkatan kompetensinya.
- Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan
- Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai dengan masalah yang di alami di Sekolah/Madrasah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di Sekolah/Madrasah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
- Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
- Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
- Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
- Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
- Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran).
- Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
- Menambah Pengetahuan Melalui Media Masa atau Elektronik.
Sebagai tambahan pengetahuan keilmuan, seorang guru tidak cukup
mempelajari atau mendalami dari buku-buku pustaka yang ada, melainkan
memerlukan media tambahan sebagai pendukung atau bekal dalam proses belajar
mengajar.Salah satu media yang cukup membantu dalam meningkatkan
profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar adalah media cetak dan media
elektronik. Hal ini akan membawa pemikiran-pemikiran baru dan wawasan-wawasan
baru bagi seorang guru dalam pengajaran.
Peningkatan kompetensi guru melalui media ini bisa diupayakan oleh
sekolah, dengan menempatkan media elektronik dan media cetak di sekolah.
Melalui media ini guru tidak hanya mengandalkan dari pustaka yang ia miliki,
melainkan dapat memberikan perubahan kearah peningkatan pengetahuan dan
peningkatan ketrampilan.
- Permasalahan Guru di Indonesia
Berikut ini berbagai masalah guru di Indonesia serta upaya
mengatasi masalah tersebut, diantaranya sebagai berikut:
- Jumlah guru yang sangat besar yaitu menurut data UNESCO 2011, Indonesia memiliki lebih dari 3,4 juta orang guru. Namun, berdasarkan data Kemendikbud hanya 16,9 persen atau 575 ribu orang guru yang memiliki sertifikasi. (berita.liputan6.com tgl 27/10/2011)
Masalah pertama yang dihadapi Indonesia yaitu jumlah guru yang
terlalu besar, kelebihan jumlah guru ini bisa jadi karena sekarang ini lembaga
pencetak tenaga pendidik dan kependidikan semakin menjamur dan mereka
berlomba-lomba membuka kelas sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kemampuan
yang dimiliki misalnya tenaga dosen atau sarana prasarana yang terbatas. Dengan
kata lain mereka lebih mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Kenyataan
yang ada di lapanganpun seperti itu sekarang ini banyak sekali jumlah guru baik
dari jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar sampai pada pendidikan
menengah akan tetapi kemampuan atau kompetensinya juga terkadang
patut dipertanyakan. Kenyataan itu didukung oleh data dari Kemendikbud yang menunjukkan
bahwa hanya 16,9 persen dari keseluruhan jumlah guru yang bersertifikasi.
Solusi untuk mengatasi jumlah guru yang terlalu besar ini menurut
saya yaitu pemerintah dalam hal ini Kemendikbud melalui Dirjen Dikti perlu
mengatur dan mengawasi Lembaga Pendididk Tenaga Kependidikan (LPTK)
baik itu negeri maupun swasta dalam melakukan penerimaan mahasiswa baru serta
memberi sanksi yang tegas kepada LPTK yang melanggar aturan tersebut. Kenapa
dalam hal ini saya cenderung menyoroti pada LPTK, karena LPTK ini saya
analogikan sebagai suatu perusahaan produksi dimana mereka memproduksi tenaga
pendidik dan kependidikan sebagai hasil dari proses produksi mereka. Kalau
produsen-produsen ini diatur dengan aturan yang tegas dan selalu diawasi maka
mereka tidak akan melakukan proses produksi dengan seenaknya sendiri, dengan
begitu hasil produksi dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan lainya bisa
dikendalikan jumlahnya.
- Pendataan guru yang belum sepenuhnya selesai sehingga sulit untuk mengetahui supply and demand.
Masalah yang kedua ini memang rumit dan berlarut-larut. Kenapa
saya katakan demikian, karena proses pendataan yang terjadi dilapangan ini
banyak sekali problem yang terjadi dan data guru ini memang selalu berubah
setiap tahunnya. Sulit memang untuk mengetahui jumlah kekurangan dan kelebihan
guru ini secara akurat, hal ini dikarenakan masih banyak guru yang mengajar
tidak sesuai dengan ijazahnya dan data yang dilaporkan oleh pihak sekolah masih
banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya saja dalam satu sekolah
seorang guru mapel X mengajar dua mapel sekaligus dengan mapel Y, akan tetapi
data yang dilaporkan ke dinas biasanya hanya satu mapel saja yang benar-benar
sesuai dengan ijazahnya misal mapel X tadi yang sesuai akan tetapi jam mapel Y
tadi biasanya diakumulasikan ke mapel X untuk dilaporkan kedinas. Selain itu
ada juga guru yang sebenarnya tidak birijazah PGSD yang karena kedekatannya
dengan kepala sekolah akhirnya diijinkan untuk mengajar di SD yang dipimpinnya
karena mungkin terlalu sulitnya mencari peluang di sekolah lain.
Solusi untuk masalah pendataan guru ini yaitu saya mengaharapkan
untuk sekolah agar melaporkan data guru apa adanya yang sesuai dengan
kompetensi dan ijazahnya agar dapat dilakukan pemetaaan kelebihan atau
kekurangan guru mapel atau guru SD dalam suatu daerah. Berikutnya untuk petugas
pendataan dalam hal ini dinas pendidikan daerah agar selalu melakukan
verifikasi data, dengan langsung terjun ke sekolah-sekolah untuk menghindari
ketidakvalidan data yang disetorkan oleh sekolah ke dinas pendidikan daerah.
Setelah data tersebut benar-benar valid baru dikirim ke pusat untuk dipetakan
kebutuhan atau kelebihan guru dalam suatu daerah.
- Distribusi guru belum merata.
Masalah yang ketiga ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah
tentang desentralisasi pengelolaan guru serta kondisi pembangunan di Indonesia
yang belum merata. Dengan adanya desentralisasi pengelolaan guru terkait dengan
kebijakan otonomi daerah yang sedang berlangsung saat ini, menjadikan
pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh atas PNS guru maupun non guru yang
berada di wilayah kerja kota/kab. tertentu. Hal inilah yang menyebabkan
persebaran guru tidak merata. Jadi misalnya suatu daerah kekurangan tenaga
guru, mereka tidak bisa meminta bantuan guru dari daerah lain.
Berikutnya kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata,
kalau kita melihat kondisi geografis wilayah negara Indonesia yang berupa
negara kepulauan memang menyulitkan bagi pemerataan pembangunaan. Saat ini
pembangunan yang cukup pesat hanya terjadi di wilayah pulau Jawa, Sumatra, Bali
sedangkan wilayah-wilayah yang lain sangat lambat proses pembangunannya. Entah
kenapa guru-guru yang di tempatkan di daerah-daerah yang berada di luar pulau
Jawa atau daerah-daerah terpencil seringkali tidak mau. Mungkin memang naluri
manusia itu sendiri yang menginginkan hidup sejahtera serta dekat dengan sanak
saudara, jadi kalau mereka ditempatkan di suatu tempat yang minim sekali sarana
prasarana, fasilitas penunjang hidup serta jauh dengan family memang jarang sekali
yang berminat.
Solusi untuk permasalahan distribusi guru yang tidak merata ini
menurut saya yaitu, pertama sistem desentralisasi pengelolaan guru ini harus
dikembalikan pada sistem sentralisasi. Jadi pengelolaan guru memang menjadi
wewenang penuh pemerintah pusat, kalau semisal suatu daerah banyak membutuhkan
tenaga guru sedangkan daerah lain kelebihan guru bisa dengan mudah untuk
melakukan pemerataan tenaga guru tanpa terkendala birokrasi pemerintah daerah.
Berikutnya pemerintah juga harus memperhatikan wilayah-wilayah di luar pulau
Jawa yang masih tertinggal, proses pembangunan jangan hanya terpusat di Jawa
saja akan tetapi wilayah-wilayah lain juga sangat memerlukan pembangunan untuk
mengejar ketertinggalan. Selain itu perlu adanya pemberian motivasi dan mindset
kepada para guru agar mempunyai kesadaran untuk memajukan dunia pendidikan
bersama di wilayah-wilayah terpencil yang masih sangat memerlukan pendidikan
bisa melalui forum seminar, workshop atau sejenisnya.
- Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV cukup besar yaitu sebanyak 63,1%.
Masalah yang keempat ini kebanyakan berada dilingkup sekolah
dasar. Sampai saat ini memang masih banyak sekali guru SD yang belum berijazah
S1, dahulu memang untuk guru SD cukup dengan berijazah DII tapi mulai tahun
2007 kemarin pemerintah mewajibkan semua guru disemua jenjang pendidikan harus
memiliki kualifikasi akademik S1. Beberapa LPTK pun pada tahun ajaran 2007/2008
mulai membuka jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) S1 serta Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) S1. Terkadang masalah yang ada di
lapangan ini menunjukkan guru-guru yang bisa dikatakan sudah lanjut usia atau
yang sudah mendekati masa-masa pensiun mereka sudah malas atau tidak mau untuk
melanjutkan kuliyah lagi untuk mengambil S1, dan merekapun masih menerima tunjangan
profesi walaupun sudah tidak sesuai dengan ketentuan kualifikasi akademik yang
berlaku saat ini.
Solusi untuk masalah ini yaitu pemerintah harus benar-benar
mendorong serta memotivasi guru-guru yang belum S1 untuk melanjutkan kuliyah
lagi seperti pemberian beasiswa bagi guru yang melakukan study lanjut dan harus
memberikan sanksi yang tegas bagi guru-guru yang sulit diatur seperti
pemberhentian pemberian tunjangan sampai pemberhentian tugas kalau sudah
benar-benar keterlaluan. Untuk guru pun juga begitu perlu adanya kesadaran yang
lebih untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan bersedia menerima sanksi kalau
merasa dirinya tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku.
- Banyak guru berkompetensi rendah.
Masalah ini lah yang menurut saya benar-benar substansial,
sekarang pertanyaan yang pelu kita renungkan bersama yaitu bagaimana kualitas
pendidikan bisa baik kalau gurunya saja berkompetensi rendah. Padahal guru
memegang peranan yang pokok dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Solusi
untuk permasalahan ini, saat ini pemerintah membuat progam Pendidikan dan
Pelatihan Profesi Guru (PLPG) serta Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk mengatasi
permasalahan kualitas guru. Akan tetapi menurut saya pelaksanaan UKG
dinilai bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah kualitas dan
profesionalisme guru yang rendah. Pemerintah justru harus memperbaiki LPTK
sebagai penghasil guru. Untuk itu reformasi dalam penyelenggaraan pendidikan di
LPTK harus dilaksanakan dengan baik. Dari proses seleksi sampai proses
pembelajaran di kampus harus benar-benar dilaksanakan dengan sebaik mungkin
serta penuh rasa tanggungjawab karena output yang dihasilkan harus memiliki
kualitas serta kompetensi yang unggul.
- Belum semua guru mendapatkan program peningkatan kompetensi.
Permasalahan ini terkait dengan kebijakan pemerintah juga, guru
yang mengikuti progam-progam peningkatan kompetensi yang diselenggarakan
pemerintah seperti PLPG yang saat ini sedang berjalan harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu memang. Misalnya berdasarkan masa tugas atau usia, lulus
test seleksi, memenuhi target 24 JP mengajar secara linier dan sebagainya.
Solusi untuk permasalahan ini yaitu untuk tahun-tahun berikutnya pemerintah
harus melakukan penambahan kuota peserta PLPG untuk meminimalisir jumlah guru
yang belum mendapatkan progam peningkatan kompetensi, tanpa mengesampingkan
kualitas pendidikan yang diberikan.
- Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga membutuhkan kompetensi (ICT) bagi para guru.
Kemampuan guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) memang masih rendah terutama guru-guru yang sudah lanjut usia. Kebanyakan
dari mereka belum mengenal atau mengoperasikan teknologi-teknologi informasi
komunikasi modern yang saat ini seolah-olah sudah menjadi kebutuhan setiap guru
dalam mengakses informasi atau sebagai media dalam proses pembelajaran. Solusi
untuk masalah ini yaitu pihak sekolah maupun pemerintah harus memberi pelatihan
kepada para guru tentang pemanfaatan TIK dalam pendidikan bisa melalui workshop
atau lokakarya yang dilaksanakan secara berkala. Penguasaan TIK ini menurut
saya memang sangat penting sekali karena guru harus bisa mengikuti perkembangan
jaman, dimana arus informasi dan komunikasi bejalan sangat cepat sekali tanpa
mengenal batas ruang dan waktu di era globalisasi seperti sekarang ini.
- Guru akan pensiun pada tahun 2010 s/d 2015 sebanyak ± 300.000 dan memerlukan penggantinya.
Pensiun yang terjadi besar-besaran juga akan menjadi suatu masalah
ketika generasi penerus belum siap untuk menggantikan guru-guru senior yang
dipensiunkan. Solusi untuk persolan ini yaitu untuk lulusan baru atau fresh
graduate terutama lulusan LPTK harus menyiapkan diri untuk menggantikan
guru-guru yang dipensiunkan karena masa jabatannya sudah selesai. Usaha-usaha
untuk mempersiapakan diri bisa dengan magang di satu sekolah, dengan begitu
seorang calon guru bisa mengetahui keadaan dilapangan secara riil serta
mempraktikkan ilmu yang didapat selama di perkuliyahan. LPTK dalam hal ini
sebagai pencetak atau penghasil guru harus benar-benar dapat menciptakan output
yang berkualitas, agar tongkat estafet mengajar dari guru-guru yang
dipensiunkan memang diserahkan kepada orang yang benar-benar berkualitas serta
berkompeten dalam mengajar dan mendidik.
- Desentralisasi pengelolaan guru namun kasus-kasus guru selalu dikirim ke pusat untuk menyelesaikannya
Permasalahan yang terahir ini masih terkait dengan masalah guru
yang ketiga tadi yaitu distribusi guru yang belum merata. Semestinya
pengelolaan guru ini memang harus dikembalikan pada sistem sentralisasi dimana
pemerintah pusat mempunyai wewenang penuh dalam pengelolaan guru. Jadi semisal
terdapat permasalahan guru yang terjadi di daerah tidak perlu melewati proses
yang berbelit-belit dalam upaya penyelesainnya karena langsung dihandel oleh
pemerintah pusat.
DAFTAR
PUSTAKA
Atmodiwiro,
S. 2002. Manajemen Pelatihan. PT. Ardadizya Jaya,
Jakarta.
Permendiknas
nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik
dan Kompetensi Guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar