Blogger Widgets

Kamis, 22 Desember 2016

TUGAS KEWIRAUSAHAAN

Soal       : Usaha apa yang harus dilakukan untuk memajukan sekolah ?
Jawab    : Usaha yang saya lakukan untuk memajukan sekolah adalah mengadakan kegiatan budaya                   gemar membaca
Agar kegiatan tersebut dapat berjalan lancar, maka perlu memperlihatkan sembilan perencanaan yang ada. Perencanaan-perencanaan itu antara lain :

  1. Memilih bidang usaha
  1. Bidang usaha tersebut ada pasarnya
Saya memilih untuk mengadakan acara budaya gemar membaca saya dapat memperkenalkan ke siswa, orang tua wali murid dan masyarakat sekitar tentang teknik-teknik membaca sehingga masyarakat dapat melihat dan tertarik untuk mengetahui apa saja teknik membaca. Keadaan tersebut merupakan peluang yang baik bagi saya untuk memajukan sekolah.
  1. Bidang usaha tersebut kita senangi
Selain itu saya juga dapat membantu untuk mengembangkan potensi yang di miliki siswa karena dengan adanya kegiatan budaya gemar membaca siswa dapat menyalurkan bakat dan minat yang di senangi.
  1. Bidang usaha tersebut kita memiliki keahlian atau sumber daya manusia yang ahli di sekitar tempat usaha.
Kegiatan budaya gemar membaca juga tidak memerlukan seorang pelatih khusus karena saya beserta guru yang lain dapat melatih siswa – siswi dengan baik.

  1. Estimasi (perkiraan)
Agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar, maka saya harus melakukan Estimasi (perkiraan) yang akan dialami pada saat kegiatan berlangsung. Ada tiga model estimasi dalam suatu kegiatan/bisnis yaitu :
  1. Proyeksi adalah upaya sitematis untuk mengantisipasi kejadian atau kondisi di masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Jadi, saya harus memperkirakan hal-hal apa saja yang akan terjadi pada saat kegiatan berlangsung sehingga misalnya terjadi kejadian yang tidak di inginkan dapat di tangani dengan cepat. Contoh : jika ada siswa yang tidak gemar membaca saya akan memberikan ajakan dan menarik perhatian siswa agar siswa dapat meluangkan waktu untuk membaca.
  2. Prediksi adalah hasil dari kegiatan memprediksi, meramal atau memperkirakan. Jadi setelah memperkirakan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi maka saya dapat memprediksi hal-hal yang akan terjadi selanjutnya. Contoh : saya memprediksi bahwa kegiatan ini akan dilakukan seminggu sekali, maka kegiatan in akan dilakukan seminggu sekali.
  3. Intuisi adalah bentuk perkiraan samar-samar, sering setengah disadari tanpa diiringi proses berfikit yang cermat sebelumya, namun kemudian dapat menuntun pada suatu keyakinan yang tepat.

  1. Studi kelayakan
Studi kelayakan merupakan konsep untuk menentukan apakah suatu usaha layak atau tidak. Banyak usaha gagal karena tidak membuat studi kelayakan. Jadi, setelah melakukan estimasi saya perlu untuk melakukan studi kelayakan, hal ini harus dilakukan agar kegiatan yang akan di selenggarakan dapat berjalan dengan lancar. Manfaat studi kelayakan yang dilakukan, yaitu :
  1. Sebagai pembanding antara rencana dan pelaksanaan. Jadi, dilakukan studi kelayakan agar apa yang akan dilaksanakan sesuai dengan yang direncakanan.
  2. Bahan informasi (company profile). Jadi, studi kelayakan juga bermanfaat untuk memberikan informasi agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
  3. Pelengkap pengajuan kredit-kerjasama. Dengan dilakukan studi kelayakan, saya mempunyai keunggulan untuk memajukan sekolah sehingga sekolah tersebut mempunyai peluang yang besar untuk melakukan kerjasama dengan sekolah lain melalui kegiatan gemar membaca
  4. Pelengkap pengajuan izin usaha. Studi kelayakan juga bermanfaat sebagai pelengkap pengajuan izin usaha/ kegiatan agar kegiatan yang akan dilaksanakan dapat memperoleh izin dari orang-orang yang bersangkutan. Contohnya : kepala sekolah dan orang tua wali murid.

  1. Kondisi Lokal
  1. Sumber daya manusia
Minat membaca bagi anak-anak sekarang masih memprihatinkan dengan menggunakan kegiatan gemar membaca siswa dan masyarakat lingkungan sekolah dapat saling membantu terutama dalam hal pendidikan agar sekolah tersebut dapat meningkat terutama di jalur prestasi akademik maupun non akademik.
  1. Bahan baku tersedia
Dalam kegiatan budaya membaca siswa banyak yang turut andil untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. Guru juga ikut membantu dengan melatih siswa-siswi membaca.
  1. Keadaan lokal yang spesifik (agama, adat, kepercayaan, budaya)
Sekolah mempunyai halaman yang cukup luas, meja yang cukup banyak serta buku-buku yang cukup lengkap untuk menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik.

  1. Kapan memulai
Kegiatan tersebut akan di selenggarakan seminggu sekali, karena tujuan dari kegiatan ini adalah agar siswa dan masyarakat mempunyai kemauan untuk membaca dengan memiliki ketertarikan membaca merupakan kegiatan yang positif sehingga kemungkinan besar kegiatan sekolah akan bertambah dengan tidak langsung mereka akan memasukkan / menyekolahkan anak-anaknya di sekolahan tersebut.

  1. Membuat kebijaksanaan
  1. Jenis usaha yang akan dikerjakan
Dalam membuat kegiatan saya harus membuat kebijaksanaan terlebih dahulu apakah acara tersebut akan sukes atau tidak. Sehingga apa yang telah dikerjakan tidak sia-sia. Saya memilih membuat kegiatan gemar membaca karena saya tahu nantinya keuntungan yang di peroleh sekolah akan besar.
  1. Modal yang akan digunakan
Karena dilakukan sekolah maka yang dikeluarkan tidak terlalu banyak sekolah hanya membeli buku.
  1. Orang/lembaga yang akan diajak kerjasama
Kegiatan gemar membaca ini mengundang pihak dari sekolah lain agar sekolah dapat dengan mudah untuk menjalin kerjasama dengan sekolah lain.
  1. Asuransi yang akan dipakai
Kegiatan gemar membaca ini tidak memiliki asuransi khusus. Jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan sekolah akan bertanggung jawab.
  1. Apa saja yang akan diasuransikan?
Tidak ada


  1. Kapasitas usaha
Kegiatan ini dilakukan pada hari sabtu berdurasi 4 jam karena kapasitas siswa dalam intelektual, bakat yang melekat, dan menambah pengetahuan (wawasan).

  1. Rencana pemasaran
Kegiatan gemar membaca dipilih karena saya memperkirakan akan banyak siswa dan orang tua wali murid yang tertarik dengan membaca karena dapat membantu menyalurkan bakat dan minat anak-anak mereka sehingga dapat menyekolahkan akan mereka disekolah tersebut.
Kegiatan membaca dipilih karena masih sedikit sekali sekolah yang menyelenggarakan kegiatan semacam ini. Karena ini termasuk kegiatan terbuka jadi sekolah tidak perlu membuat surat undangan. Sekolah hanya membuat undangan ntuk sekolah lain. Dan untuk orang tua wali murid bebas untuk membaca. Kegiatan ini juga bisa untuk mempromosikan sekolah agar lebih maju dan bertambah siswanya.
  1. Memperkirakan penjualan
Dalam kegiatan budaya gemar membaca saya memperkirakan penjualan yang diharapkan bisa tercapai dalam kondisi perekonomian tertentu. Sehingga budaya gemar membaca bisa di minati banyak siswa.
  1. Mengukur kondisi pasar
Dalam kondisi pasar menjual buku-buku yang di minati untuk dibaca oleh masyarakat harus memilih buku-buku yang memiliki daya tarik tinggi sehingga masyarakat dapat mengembangkan kemampuan membaca. Dengan harga yang terjangkau.
  1. Memilih teknik menjual Merupakan cara-cara yang di lakukan oleh penjual untuk mendapatkan konsumen. Jadi, saya menanyakan keinginan atau kebutuhan buku apa yang akan dibaca itu merupakan teknik menjual buku agar mendapatkan konsumen.

  1. Membuat rencana penjualan
Saya akan menjual buku jadi saya harus membuat rencana penjualannya seperti membuat sinopsis buku yang akan dijual. Jadi pembaca dapat mengetahui isi dari buku meskipun hanya singkat.
  1. Menentukan harga
Dalam menjual buku itu ada biaya-biaya seperti biaya cetak, Biaya lay out, editing dan pra produksi, biaya promosi, royalty dan promosi buku. Contoh :
misalnya kita ambil contoh buku 200 an halaman, cetak 5000 buah biaya cetaknya 55 juta rupiah, biaya pra produksi misalnya 7 juta, biaya promosi 25 juta dan royalti kita maunya perbuku sekitar 5 ribu jadi untuk 4 hal itu saja biayanya 112 juta. Berarti harga sebuah buku sekitaran 22.400 rupiah.
  1. Rencana distribusi
Dengan menggunakan distribusi yang benar, maka akan sangat membantu dalam menghemat biaya transportasi distribusi, sehingga akan sangat mempengaruhi keuntungan atau laba yang akan diperoleh oleh perusahaan.
  1. Rencana promosi
Tentu saja promosi harus dilakukan agar target market mengetahui ada produk tersebut di pasaran. Untuk penerbit, rencana promosi harus dipikirkan dengan matang. Jadi penerbit tidak hanya menciptakan suatu produk dan harga saja, namun juga promosi dari produk tersebut. Misalnya penerbit mengeluarkan suatu buku, saat itu ia harus berpikir ke depan bagaimana caranya membuat kampanye promosi supaya produknya keluar. Promosi bisa dalam berbagai bentuk. Biasanya distributor akan negosiasi dengan toko buku, dan memastikan apakah tersedia tempat untuk promosi.


  1. Rencana produksi
  1. Dari perkiraan penjualan dapat ditentukan macam dan jumlah barang yang perlu  diproduksi
Dengan adanya budaya gemar membaca penjualan buku akan meningkat karena banyak buku-buku tentang pendidikan yang di minati siswa dan ada buku komik serta novel yang di suka i banyak siswa, orang tua wali murid pun bisa membaca buku tersebut.
Jumlah barang yang akan di produksi bermutu tinggi akan sedikit dan bisa di lihat jumlah permintaan buku yang diminati siswa. Dengan adanya kegiatan gemar membaca siswa akan lebih cerdas.
  1. Ada 2 model produksi:
    1. Produksi berdasarkan pesanan; jadi produksi buku akan diterbitkan hanya sesuai pesanan saja.
    2. Produksi berdasarkan perkiraan ; produksi berdasarkan perkiraan maka produksi akan di terbitkan sesuai dengan kebutuhan siswa
  1. Lebih murah memproduksi dalam jumlah banyak
Jika memproduksi dalam jumlah banyak kebutuhan seperti biaya cetak, Biaya lay out, editing dan pra produksi, biaya promosi, royalty dan promosi buku aka di lakukan secara bersamaan jadi produksi buku dengan jumlah banyak akan murah.
  1. Pembelian mesin/peralatan baru, harus dipikir matang
Pembelian peralatan yang akan di gunakan untuk produksi harus di pikirkan matang-matang karena harga untuk pembelian alat tersebut cukup mahal. Harus di pertimbangkan sesuai dengan kegunaan dan fungsinya.
  1. Rencana keuangan dan anggaran
Tujuan setiap usaha mendapatkan profit dengan menggunakan modal secara efisien. Oleh karena itu saya mengadakan kegiatan gemar membaca dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca seseorang tanpa mengeluarkan banyak modal namun emiliki keuntungan yang besar untuk memajukan sekolah tersebut
  1. Program keuangan
Bisnis ini harus didata pegeluarandan estimasi laba yang dihasilkan
  1. Anggaran
Anggaran dari kegiatan ini
  1. Anggaran Biaya.
Pemasukkan.
Kas Panitia                                              : Rp.   250.000,
Iuran Siswa (@1000×50)                        : Rp.   50.000,
Pihak Sekolah                                          : RP.   500.000,-
Penerbit GRAMEDIA                               : Rp. 1.000.000,
Total                                                         : Rp. 1.770.000,
  1. Pengeluaran.
Kesekretarisan
  • Kertas            : Rp.   55.000,-
  • Bolpoint         : Rp.   20.000,-
  • Dokumentasi : Rp. 115.000,-
  • Penyetakan     : Rp. 110.000,-
Total                                                    Rp.   300.000,-
Transportasi                                         Rp.   110.000,-
  1. Dana tak terduga          Rp.    350.000,-
Total Pengeluaran                                             Rp. 1.770.000,-
  1. Pendapatan, pengeluaran dan laba yang diharapkan

Laba yang diharapkan dari kegiatan ini yaitu dua kali lipat dari pengeluaran.

MASALAH MENDIDIK GURU BERKUALITAS

PROFESI GURU
MASALAH MENDIDIK GURU BERKUALITAS


  1. Pengertian Guru Yang Berkualitas 
Guru yang berkualitas adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan kata lain guru yang berkualitas adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memiliki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi guru.
Tetapi diatas semuanya itu, tugas paling utama dari seorang guru adalah mendidik yang artinya guru tidak hanya membagikan ilmu kepada muridnya (knowledge) tetapi mendidik para siswanya dalam hal bersikap dan bertindak (attitude). Menjadi guru juga bukan berarti bahwa guru adalah seorang dewa dan orang yang selalu benar sehingga tidak mau menerima segala kritikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Munif Chatib bahwa guru yang berkualitas adalah guru yang tidak penah berhenti belajar. Bagaimana mungkin seorang guru mau mengajar sedangkan dia tidak pernah mau belajar.
Oleh karena itu, guru yang berkualitas adalah guru yang selalu memperlengkapi dirinya dengan tidak pernah berhenti belajar. Salah satu indikator dari guru pembelajar adalah guru yang bersahabat dengan selalu siap untuk dikeritik, sekalipun oleh para peserta didiknya sendiri.
Mengenai ciri-ciri seorang guru yang berkualitas masih terdapat satu hal yang tidak boleh ditinggalkan dan dilupakan. Hal tersebut ialah bahwa seorang guru yang berkualitas mesti dan harus menjadi teladan dan contoh yang dapat diteladani oleh para peserta didiknya. Para pererta didik sebenarnya adalah merupakan sebuah cermin bagi para guru disaat menyampaikan pelajaran dan bertingkah laku. Guru dapat menilai diri mereka sendiri disaat proses pembelajaran telah usai dengan memperhatikan perkembangan para peserta didiknya. Guru yang berkualitas pasti akan bertingkah laku yang baik. Dalam hal ini, secara tidak langsung guru mentransfer hal-hal yang baik kepada para peserta didik dengan menjadi teladan bagi mereka sehingga mereka melihat dan meneladani apa yang telah dilakukan oleh gurunya.
Dari semua hal yang dipaparkan diatas, yang terpenting dan yang terutama adalah menjadi seorang guru pastinya diperlukan komitmen, kompetensi dan kearifan dalam mendidik. Mengerjakan tugas dan kewajiban sebagai guru harusnya dilakukan dengan hati yang tulus dan bukan semata-mata karena tuntutan pekerjaan. Karena itu, untuk dapat menghasilkan seorang guru yang berkuallitas diperlukan juga pelatihan-pelatihan yang berkualitas bagi calon-calon tenaga didik. Agar tujuan besar dari seorang tenaga pendidik dapat tercapai.

  1. Kriteria Guru Berkualitas
Guru yang berkualitas harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
  1. Memiliki bakat sebagai guru,
  2. Memiliki keahlian sebagai guru,
  3. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi,
  4. Memiliki mental yang sehat,
  5. Berbadan sehat,
  6. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas,
  7. Guru adalah manusia berjiwa Pancasila,
  8. Guru adalah seorang warga negara yang baik,
  9. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang,
  10. Pengembangan profesi secara berkesinambungan.

  1. Faktor-Faktor Penghambat Peningkatan Kualitas Guru
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam usaha pengembangan danpeningkatan kualitas guru di Indonesia, di antaranya adalah:
  1. Faktor personal, berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagipemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi.
  2. Faktor ekonomis, berupa terbatasnya kemampuan finansial guru untuk secaraberkelanjutan mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai gurusehingga memaksa mereka bekerja bermacam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.
  3. Faktor struktural, berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi gurusehingga mereka tidak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalurpengembangan profesi atau karier yang membuat mereka merasa tidak berdaya,terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi yang mengikat para guru, sehingga tidak mampu mengembangkan kreativitas.
  4. Faktor sosial, berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru,kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dankurangnya fasilitas sosial bagi pengembangan profesi guru.
  5. Faktor budaya, berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu sehingga para gurubekerja seadanya.

  1. Indikasi Rendahnya Kualitas Guru di Indonesia 
Tanda-tanda kurang atau rendahnya kualitas guru di Indonesia antara lain: 
  1. Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan; 
  2. Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus- menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan. 
  3. Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna bidang, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni. 
  4. Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri dan kontinu menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .

  1. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru Saat Ini
Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan gurusebagai satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai upaya pembaharuanpendidikan telah banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan,kurikulum, dsb. tapi belum mempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksionalterutama dari aspek kesejahteraannya. Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengankondisi guru antara lain sebagai berikut.
  1. Kuantitas, kualitas, dan distribusi.
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru diberbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama didaerah pedesaan dan daerah terpencil.Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memilikipendidikan minimal yang dituntut. Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa dari 2.783.321orang guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS, baru sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanyamasih di bawah D-3 atau lebih rendah.Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidak seimbangan penyebaran guru antarsekolah dan antar daerah.. Dari aspek kesesuaiannya, di SLTP dan SM, masih terdapat ketidak sepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.
  1. Kesejahteraan.
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yangdirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah:
  1. Kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya,
  2. Kesenjangan antara guru dengan dosen,
  3. Kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SDdengan guru
  4. SLTP dan Sekolah Menengah,
  5. Kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara, dengan guru swastayang digajioleh pihak swasta,
  6. Kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer,
  7. Kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada dipedesaan atau daerah terpencil,
  8. Kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringantetapi di lain pihak ada yang beban tugasnya banyak (misalnya di sekolah yangkekurangan guru) akan tetapi imbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraanmencakup aspek imbal jasa, rasa aman, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, danpengembangan karir.
  1. Manajemen guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaanyang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan(antara lain manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dsb.).Dari aspek unsur danprosesnya, masih dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan,rekrutmen, pengangkatan, penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakanbelum terdapat keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru.Rerkrutmen dan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendalaterutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dansupervisi dalam jabatan guru belum mendukung terwujudnya pengembangan pribadi danprofesi guru secara proporsional. Mobilitas mutasi guru baik vertikal maupun horisontalmasih terbentur pada berbagai peraturan yang terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme”sektoral. Pelaksanaan otonomi daerah yang “kebablasan” cenderung membuat manajemen guru menjadi makin semrawut.
  1. Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperolehpenghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaankepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratisdengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasaguru itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
  1. Pendidikan guru Sistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya.
Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankanpada sisi akademik dan kurang memperhatikan pengembangan kepribadiandisampingkurangnya keterkaitan dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang adasekarang ini masih bertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakapmenyampaikannya.
Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam pembelajarandan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta didik. Pada hakekatnyapendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian disamping penguasaan materi ajar.Sebagai akibat dari hal itu semua, guru-guru yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengankondisi kebutuhan lapangan baik kuantitas, kualitas, maupun kesepadannya dengankebutuhan nyata.
  1. Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan.
  2. Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan.
  3. Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.
  4. Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri untuk menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .
Hal di atas setidak-tidaknya merupakan bukti pendukung bahwa mutu profesionalitas guru di Indonesia masih rendah. Kurang memuaskan, bahkan memprihatinkan meskipun berbagai upaya pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas sudah dilakukan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena terdapat berbagai kendala pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas guru di Indonesia, di antaranya adalah;
  1. Kendala personal berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagi pemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi.
  2. Kendala ekonomis berupa terbatasnya kemampuan financial guru untuk secara berkelanjutan mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai guru sehingga memaksa mereka bekerja bermacam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.
  3. Kendala struktural berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi guru sehingga mereka tidak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalur pengembangan profesi atau karier yang membuat mereka merasa tidak berdaya, terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi yang mengikat para guru, sehingga tidak mampu mengembangkan kreativitas.
  4. Kendala sosial berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dan kurangnya fasilitas sosial bagi pengembangan profesi guru.
  5. Kendala budaya berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu sehingga para guru bekerja seadanya.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yakni dengan menciptakan guru yangprofesional dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas guru, sehingga masalah pendidikandi Indonesia dapat terselesaikan dengan baik, maka dibutuhkan peran serta dan keterlibatanlangsung dari guru itu sendiri dan pemerintah. Kenyataan menunjukkan bahwa masihsebagian besar guru underqualified, tingkat penguasaan bahan ajar dan keterampilan dalammenggunakan metode pembelajaran yang inovatif masih kurang. Untuk itu perlu upayapeningkatan kualitas guru melalui berbagai cara antara lain : penentuan standar kompetensi,uji kompetensi dan sertifikasi guru, penilaian kinerja guru, penataran /pelatihan guru,peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme guru, studi lanjut, peningkatan kualitas LPTKpenghasil guru, dan lain-lain

  1. Upaya Meningkatkan mutu dan kualitas guru SD
Peningkatan kualitas guru tidak dapat dilakukan secara spektakuler, coba-coba dan instan. Peningkatan kualitas harus berdasarkan data, tujuan, sasaran dan target yang jelas. Evaluasi ketercapainyapun harus dilakukan secara cermat, dikomunikasikan objektif, dan terbuka. Inilah bagian dari tantangan peningkatan kualitas guru di sekolah. Peningkatan kualitas guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.
  1. Pendidikan dan Pelatihan
    1. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, Sekolah/Madrasah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
    2. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru Sekolah/Madrasah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
    3. Kemitraan Sekolah/Madrasah. Pelatihan melalui kemitraan Sekolah/Madrasah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di Sekolah/Madrasah atau di tempat mitra Sekolah/Madrasah. Pembinaan melalui mitra Sekolah/Madrasah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.
    4. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi.
    5. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di Balai Pendidikan dan Pelatihan dan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Agama, P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.
    6. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
    7. Pembinaan internal oleh Sekolah/Madrasah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala Sekolah/Madrasah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
    8. Pendidikan lanjut/Studi Lanjut Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi. Dalam melaksanakan pembinaan professional guru, kepala sekolah bisa menyusun program penyetaraan bagi guru-guru yang memiliki kualifikasi D III agar mengikuti penyetaraan S1/Akta IV, sehingga mereka dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan yang menunjang tugasnya
    9. Mengikuti Penataran Guru.
Penataran guru menurut Steig dan Frederich (teori dan Praktek) yaitu: segala sesuatu yang berhubungan dangan kegiatan-kegiatan pada sebagian personalia yang bekerja akan meningkatkan pertumbuhan dan kualifikasi mereka.Penataran dilakukan berkaitan dengan kesempatan bagi guru-guru untuk berkembang secara profesional untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Mengingat tugas rutin di dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas mendidik dan mengajar, maka guru perlu untuk menambah ide-ide baru melalui kegiatan penataran.Peyelenggaraan penataran, sebagai salah satu teknik peningkatan kompetensi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
  1. Sekolah yang bersangkutan mengadakan penataran sendiri dengan menyewa tutor (penatar) yang dianggap profesional dan dapat memenuhi kebutuhan.
  2. Sekolah bekerja sama dengan sekolah-sekolah lain atau lembaga-lembaga lain yang sama-sama membutuhkan penataran sebagai upaya peningkatan personalia.
  3. Sekolah mengirimkan atau mengutus para guru untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh sekolah lain, atau lembaga departemen yang membawahi.
Ada beberapa asumsi yang mendasari pengembangan penataran ini, yaitu:
  1. Penataran guru adalah kebutuhan lestari dan berkelanjutan yang dapat membawa kemajuan.
  2. Teknologi pendidikan adalah salah satu inovasi yang dapat dikembangkan, diperbaiki dan disempurnakan, diserap atau disesuaikan untuk dapat diterapkan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
  3. Pendidikan seumur hidup akan memperoleh makna yang besar bila dalam pelaksanaan tugas mereka, guru-guru telah memiliki perspektif baru dan ide-ide inovatif.
  4. Dengan mengikutsertakan guru-guru dalam penataran yang diorganisasi dan dilaksanakan dengan baik oleh pendidik yang berkompetensi tinggi, baik metode maupun isi pengetahuan, dan bentuknya, mereka pasti menjadi alat yang strategis dan unsur-unsur perubahan yang memiliki tenaga yang kuat dalam penyebaran inovasi.
  5. Upaya mempersatukan organisasi, manajemen dan tanggungjawab penataran adalah suatu keharusan bagi organisasi yang sehat dan efektif.
  6. Keberhasilan dan kemajuan pendidikan dalam bidang penataran guru di masa depan terletak pada kompetensi sumber-sumber (guru dan fasilitas) dan program dari pusat penataran yang bersangkutan.
    1. Mengikuti MGBS (Musyawarah Guru Bidang Studi-SMP) KKG(Kelompok Kerja Guru-SD)
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya, sudah pasti akan menjumpai permasalahan-permasalahan yang harus dicari pemecahannya. Permasalahan ini mungkin datang dari pihak luar atau mungkin dari teman sejawat, yang hal ini perlu dengan segera untuk mencari pemecahannya, misalnya melalui MGBS yaitu ; guru dalam mata pelajaran berkumpul bersama untuk mempelajari atau membahas masalah dalam proses belajar mengajar. Adapun MGBS ini bertujuan untuk menyatukan terhadap kekurangan konsep makna dan fungsi pendidikan serta pemecahannya terhadap kekurangan yang ada. Disamping itu juga untuk mendorong guru malakukan tugas dengan baik, sehingga mampu membawa mereka kearah peningkatan kompetensinya.
  1. Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan
  1. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai dengan masalah yang di alami di Sekolah/Madrasah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di Sekolah/Madrasah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
  2. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
  3. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
  4. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
  5. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
  6. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran).
  7. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
  8. Menambah Pengetahuan Melalui Media Masa atau Elektronik.
Sebagai tambahan pengetahuan keilmuan, seorang guru tidak cukup mempelajari atau mendalami dari buku-buku pustaka yang ada, melainkan memerlukan media tambahan sebagai pendukung atau bekal dalam proses belajar mengajar.Salah satu media yang cukup membantu dalam meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar adalah media cetak dan media elektronik. Hal ini akan membawa pemikiran-pemikiran baru dan wawasan-wawasan baru bagi seorang guru dalam pengajaran.
Peningkatan kompetensi guru melalui media ini bisa diupayakan oleh sekolah, dengan menempatkan media elektronik dan media cetak di sekolah. Melalui media ini guru tidak hanya mengandalkan dari pustaka yang ia miliki, melainkan dapat memberikan perubahan kearah peningkatan pengetahuan dan peningkatan ketrampilan.

  1. Permasalahan Guru di Indonesia
Berikut ini berbagai masalah guru di Indonesia serta upaya mengatasi masalah tersebut, diantaranya sebagai berikut:
  1. Jumlah guru yang sangat besar yaitu menurut data UNESCO 2011, Indonesia memiliki lebih dari 3,4 juta orang guru. Namun, berdasarkan data Kemendikbud hanya 16,9 persen atau 575 ribu orang guru yang memiliki sertifikasi. (berita.liputan6.com tgl 27/10/2011)
Masalah pertama yang dihadapi Indonesia yaitu jumlah guru yang terlalu besar, kelebihan jumlah guru ini bisa jadi karena sekarang ini lembaga pencetak tenaga pendidik dan kependidikan semakin menjamur dan mereka berlomba-lomba membuka kelas sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki misalnya tenaga dosen atau sarana prasarana yang terbatas. Dengan kata lain mereka lebih mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Kenyataan yang ada di lapanganpun seperti itu sekarang ini banyak sekali jumlah guru baik dari jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar sampai pada pendidikan menengah  akan tetapi kemampuan atau kompetensinya juga terkadang patut dipertanyakan. Kenyataan itu didukung oleh data dari Kemendikbud yang menunjukkan bahwa hanya 16,9 persen dari keseluruhan jumlah guru yang bersertifikasi.
Solusi untuk mengatasi jumlah guru yang terlalu besar ini menurut saya yaitu pemerintah dalam hal ini Kemendikbud melalui Dirjen Dikti perlu mengatur dan mengawasi  Lembaga Pendididk Tenaga Kependidikan (LPTK) baik itu negeri maupun swasta dalam melakukan penerimaan mahasiswa baru serta memberi sanksi yang tegas kepada LPTK yang melanggar aturan tersebut. Kenapa dalam hal ini saya cenderung menyoroti pada LPTK, karena LPTK ini saya analogikan sebagai suatu perusahaan produksi dimana mereka memproduksi tenaga pendidik dan kependidikan sebagai hasil dari proses produksi mereka. Kalau produsen-produsen ini diatur dengan aturan yang tegas dan selalu diawasi maka mereka tidak akan melakukan proses produksi dengan seenaknya sendiri, dengan begitu hasil produksi dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan lainya bisa dikendalikan jumlahnya.
  1. Pendataan guru yang belum sepenuhnya selesai sehingga sulit untuk mengetahui supply and demand.
Masalah yang kedua ini memang rumit dan berlarut-larut. Kenapa saya katakan demikian, karena proses pendataan yang terjadi dilapangan ini banyak sekali problem yang terjadi dan data guru ini memang selalu berubah setiap tahunnya. Sulit memang untuk mengetahui jumlah kekurangan dan kelebihan guru ini secara akurat, hal ini dikarenakan masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan ijazahnya dan data yang dilaporkan oleh pihak sekolah masih banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya saja dalam satu sekolah seorang guru mapel X mengajar dua mapel sekaligus dengan mapel Y, akan tetapi data yang dilaporkan ke dinas biasanya hanya satu mapel saja yang benar-benar sesuai dengan ijazahnya misal mapel X tadi yang sesuai akan tetapi jam mapel Y tadi biasanya diakumulasikan ke mapel X untuk dilaporkan kedinas. Selain itu ada juga guru yang sebenarnya tidak birijazah PGSD yang karena kedekatannya dengan kepala sekolah akhirnya diijinkan untuk mengajar di SD yang dipimpinnya karena mungkin terlalu sulitnya mencari peluang di sekolah lain.
Solusi untuk masalah pendataan guru ini yaitu saya mengaharapkan untuk sekolah agar melaporkan data guru apa adanya yang sesuai dengan kompetensi dan ijazahnya agar dapat dilakukan pemetaaan kelebihan atau kekurangan guru mapel atau guru SD dalam suatu daerah. Berikutnya untuk petugas pendataan dalam hal ini dinas pendidikan daerah agar selalu melakukan verifikasi data, dengan langsung terjun ke sekolah-sekolah untuk menghindari ketidakvalidan data yang disetorkan oleh sekolah ke dinas pendidikan daerah. Setelah data tersebut benar-benar valid baru dikirim ke pusat untuk dipetakan kebutuhan atau kelebihan guru dalam suatu daerah.
  1. Distribusi guru belum merata.
Masalah yang ketiga ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah tentang desentralisasi pengelolaan guru serta kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata. Dengan adanya desentralisasi pengelolaan guru terkait dengan kebijakan otonomi daerah yang sedang berlangsung saat ini, menjadikan pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh atas PNS guru maupun non guru yang berada di wilayah kerja kota/kab. tertentu. Hal inilah yang menyebabkan persebaran guru tidak merata. Jadi misalnya suatu daerah kekurangan tenaga guru, mereka tidak bisa meminta bantuan guru dari daerah lain.
Berikutnya kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata, kalau kita melihat kondisi geografis wilayah negara Indonesia yang berupa negara kepulauan memang menyulitkan bagi pemerataan pembangunaan. Saat ini pembangunan yang cukup pesat hanya terjadi di wilayah pulau Jawa, Sumatra, Bali sedangkan wilayah-wilayah yang lain sangat lambat proses pembangunannya. Entah kenapa guru-guru yang di tempatkan di daerah-daerah yang berada di luar pulau Jawa atau daerah-daerah terpencil seringkali tidak mau. Mungkin memang naluri manusia itu sendiri yang menginginkan hidup sejahtera serta dekat dengan sanak saudara, jadi kalau mereka ditempatkan di suatu tempat yang minim sekali sarana prasarana, fasilitas penunjang hidup serta jauh dengan family memang jarang sekali yang berminat.
Solusi untuk permasalahan distribusi guru yang tidak merata ini menurut saya yaitu, pertama sistem desentralisasi pengelolaan guru ini harus dikembalikan pada sistem sentralisasi. Jadi pengelolaan guru memang menjadi wewenang penuh pemerintah pusat, kalau semisal suatu daerah banyak membutuhkan tenaga guru sedangkan daerah lain kelebihan guru bisa dengan mudah untuk melakukan pemerataan tenaga guru tanpa terkendala birokrasi pemerintah daerah. Berikutnya pemerintah juga harus memperhatikan wilayah-wilayah di luar pulau Jawa yang masih tertinggal, proses pembangunan jangan hanya terpusat di Jawa saja akan tetapi wilayah-wilayah lain juga sangat memerlukan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan. Selain itu perlu adanya pemberian motivasi dan mindset kepada para guru agar mempunyai kesadaran untuk memajukan dunia pendidikan bersama di wilayah-wilayah terpencil yang masih sangat memerlukan pendidikan bisa melalui forum seminar, workshop atau sejenisnya.
  1. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV cukup besar yaitu sebanyak 63,1%.
Masalah yang keempat ini kebanyakan berada dilingkup sekolah dasar. Sampai saat ini memang masih banyak sekali guru SD yang belum berijazah S1, dahulu memang untuk guru SD cukup dengan berijazah DII tapi mulai tahun 2007 kemarin pemerintah mewajibkan semua guru disemua jenjang pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik S1. Beberapa LPTK pun pada tahun ajaran 2007/2008 mulai membuka jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) S1 serta Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) S1. Terkadang masalah yang ada di lapangan ini menunjukkan guru-guru yang bisa dikatakan sudah lanjut usia atau yang sudah mendekati masa-masa pensiun mereka sudah malas atau tidak mau untuk melanjutkan kuliyah lagi untuk mengambil S1, dan merekapun masih menerima tunjangan profesi walaupun sudah tidak sesuai dengan ketentuan kualifikasi akademik yang berlaku saat ini.
Solusi untuk masalah ini yaitu pemerintah harus benar-benar mendorong serta memotivasi guru-guru yang belum S1 untuk melanjutkan kuliyah lagi seperti pemberian beasiswa bagi guru yang melakukan study lanjut dan harus memberikan sanksi yang tegas bagi guru-guru yang sulit diatur seperti pemberhentian pemberian tunjangan sampai pemberhentian tugas kalau sudah benar-benar keterlaluan. Untuk guru pun juga begitu perlu adanya kesadaran yang lebih untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan bersedia menerima sanksi kalau merasa dirinya tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku.
  1. Banyak guru berkompetensi rendah.
Masalah ini lah yang menurut saya benar-benar substansial, sekarang pertanyaan yang pelu kita renungkan bersama yaitu bagaimana kualitas pendidikan bisa baik kalau gurunya saja berkompetensi rendah. Padahal guru memegang peranan yang pokok dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Solusi untuk permasalahan ini, saat ini pemerintah membuat progam Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) serta Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk mengatasi permasalahan kualitas guru. Akan tetapi menurut saya pelaksanaan UKG dinilai bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah kualitas dan profesionalisme guru yang rendah. Pemerintah justru harus memperbaiki LPTK sebagai penghasil guru. Untuk itu reformasi dalam penyelenggaraan pendidikan di LPTK harus dilaksanakan dengan baik. Dari proses seleksi sampai proses pembelajaran di kampus harus benar-benar dilaksanakan dengan sebaik mungkin serta penuh rasa tanggungjawab karena output yang dihasilkan harus memiliki kualitas serta kompetensi yang unggul.
  1. Belum semua guru mendapatkan program peningkatan kompetensi.
Permasalahan ini terkait dengan kebijakan pemerintah juga, guru yang mengikuti progam-progam peningkatan kompetensi yang diselenggarakan pemerintah seperti PLPG yang saat ini sedang berjalan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu memang. Misalnya berdasarkan masa tugas atau usia, lulus test seleksi, memenuhi target 24 JP mengajar secara linier dan sebagainya. Solusi untuk permasalahan ini yaitu untuk tahun-tahun berikutnya pemerintah harus melakukan penambahan kuota peserta PLPG untuk meminimalisir jumlah guru yang belum mendapatkan progam peningkatan kompetensi, tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan yang diberikan.  
  1. Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga membutuhkan kompetensi (ICT) bagi para guru.
Kemampuan guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memang masih rendah terutama guru-guru yang sudah lanjut usia. Kebanyakan dari mereka belum mengenal atau mengoperasikan teknologi-teknologi informasi komunikasi modern yang saat ini seolah-olah sudah menjadi kebutuhan setiap guru dalam mengakses informasi atau sebagai media dalam proses pembelajaran. Solusi untuk masalah ini yaitu pihak sekolah maupun pemerintah harus memberi pelatihan kepada para guru tentang pemanfaatan TIK dalam pendidikan bisa melalui workshop atau lokakarya yang dilaksanakan secara berkala. Penguasaan TIK ini menurut saya memang sangat penting sekali karena guru harus bisa mengikuti perkembangan jaman, dimana arus informasi dan komunikasi bejalan sangat cepat sekali tanpa mengenal batas ruang dan waktu di era globalisasi seperti sekarang ini.
  1. Guru akan pensiun pada tahun 2010 s/d 2015 sebanyak ± 300.000 dan memerlukan penggantinya.
Pensiun yang terjadi besar-besaran juga akan menjadi suatu masalah ketika generasi penerus belum siap untuk menggantikan guru-guru senior yang dipensiunkan. Solusi untuk persolan ini yaitu untuk lulusan baru atau fresh graduate terutama lulusan LPTK harus menyiapkan diri untuk menggantikan guru-guru yang dipensiunkan karena masa jabatannya sudah selesai. Usaha-usaha untuk mempersiapakan diri bisa dengan magang di satu sekolah, dengan begitu seorang calon guru bisa mengetahui keadaan dilapangan secara riil serta mempraktikkan ilmu yang didapat selama di perkuliyahan. LPTK dalam hal ini sebagai pencetak atau penghasil guru harus benar-benar dapat menciptakan output yang berkualitas, agar tongkat estafet mengajar dari guru-guru yang dipensiunkan memang diserahkan kepada orang yang benar-benar berkualitas serta berkompeten dalam mengajar dan mendidik.
  1. Desentralisasi pengelolaan guru namun kasus-kasus guru selalu dikirim ke pusat untuk menyelesaikannya
Permasalahan yang terahir ini masih terkait dengan masalah guru yang ketiga tadi yaitu distribusi guru yang belum merata. Semestinya pengelolaan guru ini memang harus dikembalikan pada sistem sentralisasi dimana pemerintah pusat mempunyai wewenang penuh dalam pengelolaan guru. Jadi semisal terdapat permasalahan guru yang terjadi di daerah tidak perlu melewati proses yang berbelit-belit dalam upaya penyelesainnya karena langsung dihandel oleh pemerintah pusat.



 DAFTAR PUSTAKA

 

Atmodiwiro, S. 2002. Manajemen Pelatihan. PT. Ardadizya Jaya,

Jakarta.

Permendiknas nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru.