A.
Pengertian
ABK
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara
signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik,
mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/
penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan
sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut
bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat
khas tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan
khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak yang memiliki
kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak
normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan adanya layanan
pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.
Anak berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku,
karakteristik,dan bentuknya yaitu:
a.
Kelompok ABK dilihat dari aspek kecerdasan (intelegensi)
Dari aspek kecerdasan, anak kelompok ini terdiri dari
kelompok ABK berintelegensi di atas rata-rata (supernormal) dan kelompok ABK
yang berintelegensi di bawah rata-rata (subnormal). ABK supernormal meliputi:
a)
Super cerdas/gifted (IQ>140),
b)
Sangat cerdas/full bright (IQ 130-140),
c)
Cerdas/rapid (IQ 120-130),
d)
Atas normal (IQ110-120).
e)
Kelompok ABK subnormal (tunagrahita) meliputi:
- Bawah rata-rata/dull normal (IQ 80-90)
- Moron/ border line (IQ 70-80)
- Debil (IQ 60-70)
- Imbisil (30-60)
- Idiot (IQ<30)
b.
Kelompok ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani kelompok anak ini dibagi
menjadi beberapa kategori yaitu:
a)
Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak
berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti
orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
- Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau membedakan gelap dan terang.
- Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.
b)
Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan
walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat dibagi menjadi:
- Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses)
- Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB (mild losses)
- Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB(moderate loses)
- Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe lossses)
- Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly losses)
c)
Tunadaksa
Anak
yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat gerak
(tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus. Tunadaksa dibagi menjadi dua kategori yaitu:
- Tunadaksa orthopedic(orthopedicallyhandicapped) yaitu mereka yang mengalami kelainan kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
- Tunadaaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.
d)
Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain.
e)
kelompok ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu
·
Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi
sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap autis pada umumnya
menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata dengan orang lain, kurang suka
berteman, senang menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.
·
Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti
kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak atau aktifitas jasmani.
Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak jasmani yang lebih
atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga dikatakan anak yang memiliki
gejala – gejala perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal.
Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif cukup, senang berpindah –
pindah tempat duduk saat kegiatan belajar berlangsung.
·
Anak
berkesulitan belajar
Anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung
atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan
disebabkan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal bahkan ada yang
diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
B.
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Ada
empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
a.
Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang
paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya,
penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat
lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai
dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra
(SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk
tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat
persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih
mengarah ke sistem individualisasi. Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu
kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga
muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu
SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini
terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas
sekolah terbatas.
b.
Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar
biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama
tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan
tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama
dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLBB untuk
anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan
SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada
di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang
sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas
fasilitas antar jemput.
c.
Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan
untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal
jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta
pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh
pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih
sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas
jauh/kelas kunjung ini diharapkan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus semakin luas. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi
tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut
berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant
teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
d.
Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak
berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai
kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari
kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk anak tunarungu, guru
untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru
olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli
yang berkaitan dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter
spesialis, fisiotherapis, psikolog, speech therapist, audiolog. Selain itu ada
tenaga administrasi dan penjaga sekolah. Kurikulum yang digunakan di SDLB
adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuikan
dengan kekhususannya.
Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan
klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai
juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam
rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan
ketunaan anak. Anak tunanetra memperoleh latihan menulis dan membaca braille
dan orientasi mobilitas; anak tunarungu memperoleh latihan membaca ujaran,
komunikasi total, bina persepsi bunyi dan irama; anak tudagrahita memperoleh
layanan mengurus diri sendiri; dan anak tunadaksa memperoleh layanan
fisioterapi dan latihan koordinasi motorik. Lama pendidikan di SDLB sama dengan
lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingka dasar, yaitu anak tunanetra,
tunagrahita, dan tunadaksa selama 6 tahun, dan untuk anak tunarungu 8 tahun.
Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2 tahun 1989
dan PP No. 72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan
luar biasa terdiri dari:
·
Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun
·
Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun
·
Sekolah
Menengah Luar Biasa (SMLB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pada pasal 6 PP No. 72 tahun 1991 juga
dimungkinkan pengelenggaraan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama
pendidikan satu sampai tiga tahun.
C.
Faktor Penyebab Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus selain sudah menjadi takdir juga karena adanya faktor –
faktor tertentu yang menjadi penyebabnya. Faktor – faktor penyebab itu menurut
kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga peristiwa yaitu:
a.
Kejadian sebelum lahir (prenatal)
Faktor
penyebab ketunaan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah
keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunaan yang terjadi
pada ABK yang terjadi sebelum masa kelahiran dapat disebabkan
antara lain oleh hal- hal sebagai berikut:
·
Virus
Liptospirosis (air kencing tikus), yang menyerang ibu yang sedang hamil. Jika
virus ini merembet pada janin yang sedang dikandungnya melalui placenta maka
ada kemungkinan anak mengalami kelainan.
·
Virus
maternal rubella (campak jerman, retrolanta fibroplasia (RLF) yang menyerang
pada ibu hamil dan jamin janin yang dikandungnya terdapat kemunngkinan akan
timbul kecacatan pada bayi yang lahir.
·
Keracunan
darah (toxaenia) pada ibu- ibu yang sedang hamil sehingga janin tidak dapat
memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga saraf – saraf di otak mengalami
gangguan.
·
Faktor
rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi di kandungan
yang terjadi karena ada gangguan/infeksi pada placenta.
·
Penggunaan
obat – obatan kontrasepsi yang salah pemakaiannya sehingga jiwanya menjadi
goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi dalam perut.
·
Percobaan
abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat berkembang
secara wajar.
b.
Kejadian pada saat kelahiran
Ketunaan yang terjadi pada saat kelahiran dapat disebabkan
oleh beberapa faktor berikut:
·
Proses
kelahiran yang menggunakan tang verlossing (dengan bantuan tang). Cara ini
dapat menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan otak
kurang dapat berkembang secara optimal.
·
Proses
kelahiran bayi yang terlalu lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan
zat asam/oksigen. Hal ini dapat menggangu pertumbuhan sel-sel di otak. Keadaan
bayi yang lahir dalam keadaan tercekik oleh ari –ari ibunya sehingga bayi tidak
dapat secara leluasa untuk bernafas yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan
pada otak.
·
Kelahiran
bayi pada posisi sungsang sehingga bayi tidak dapat memperoleh oksigen cukup
yang akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak
c.
Kejadian setelah kelahiran
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh setelah kelahiran pula
karena faktor- faktor penyebab seperti berikut ini:
- Penyakit radang selaput otak(meningitis) dan radang otak(enchepalitis)sehingga menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel otak menjadi terganggu.
- Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam.
- Stress berat dan gangguan kejiwaaan lainnya.Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis media), malaria tropicana yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.
Pengembangan
PKN di Sekolah Dasar
Dosen
: Dirgantara Wicaksono,M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar