Blogger Widgets

Senin, 15 Juni 2015

Moral Yang Berprilaku Di Profesi Keguruan


Moral berasal dsri bahasa Latin diambil dari kata mos dengan bentuk jamaknya mores, yang kemudian diserap ke daalm bahasa Indonesia yaitu moral. Moral berarti kebiasaan berbuat baik, sebagai lawan dari kebiasaan berbuat buruk. Moral lebihb banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, moral memandang tingkah laku perbuatan manbusia secara local, artinya moral menyatakan ukuran sedangkan yang menjelaskan ukuran itu adalah etika. Dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

1.     Hubungan antara Nilai dan Moral
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa nilai adalah suatu yang menjadi acuan bagi seseorang tentang perbuatan baik dan buruk. Ini tentunya berbeda dengan moral, dimana moral seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa moral adalah perbuatan baik atau buruk yang dilakukan manusia. Jadi letak perbedaan antara nilai dan moral bahwa nilai menjadi acuanya sedangkan moral menjadi perbuatanya.
Nilai dan moral bukan hanya perbedaan tetapi juga memiliki keterkaitan dan hubungan yang saling berkaitan. Keterkaitan tersebut dapat dilihat bahawa ketika kita melakukan sesuatu yang bermoral maka kita telah melukan juga sesuatu yang bernilai. Dengan kata lain bahwa nilai memberiakan acuan atau pedoaman agar kita melakukan suatu perbuatan yang dianggap baik.
Nilai moral adalah nilai atau hasil perbuatan yang baik (seperti:ketertiban, kesejahteraan, kesehatan), sedangkan norma moral adalah norma yang berisi bagaiamana cara berbuat baik (seperti:pemberitahuan, peraturan, petunjuk, arahan. Sehingga bermoral artinya mempunyai kebiasaan berbuat baik atau terbiasa berbuat baik.
Sedangkan berniali artinya perbuatan yang menunjukan sesuatu yang berkualitas adri perbuatan kita. Berkualitas artinya member pengaruh yang baik kepada orang lain.

2.     Guru yang bermoral
Guru merupakan profesi yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat bukan hanya bagi para peserta didik. Guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan memberi teladan bahakan arahan kepada orang lain. Guru bukanlah sebuah profesi yang hanya menuntut kompetensi tapi juga menuntut perilaku yang baik. Oleh karena itu, setiap aktivitas dan sikap yang ditunjukan seorang guru menunjukan kepribadian dan kompetensinya serta menunjukan hasil yang dicapainya terutama dalam mendidik siswanya dan memberi teladan juga kepada masyarakat. Dan untuk mencapai semuanya itu dibutuhkan guru yang bermoral.
Menjadi guru moral memang bukan perkara mudah. Moralitas selalu meminta untuk setiap orang konsisten. Konsistensi yang dimaksud adalah konsistensi antara apa yang diucapkan dengan sikap yang dilakukan. Ada garis lurus searah antara sikap dan ucapan. Morality (from the latin, moralitas "manner, character, proper behavior") is the differentiation of intentions, decisions, and actions between those that are good (or right) and those that are bad (or wrong). Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman,tafsiran,suara hati,serta nasihat, dan lain-lain.
Menjadi Guru dari sebuah obyek bernama moral tentunya sekali lagi bukan perkara mudah. Kadang ada begitu banyak kelemahan yang tersembunyi dari dalam diri yang selalu tampak. Indonesia adalah sebuah negara dengan nilai-nilai ke-indonesiaan yang begitu baik dimata dunia. Pancasila telah menjadi landasan moral bagi 250 juta pengikutnya. Kalaupun ada yang beringas, kekerasan dimana-mana, korupsi merajalela, integritas bangsa mulai goyah-mungkin ini adalah gejala 'keletihan' dari segenap bangsa Indonesia. Mungkin saja para guru moralnya perlu refreshing. perlu kembali menengadah kepada Pancasila dan nilai-nilai moral yang dianjurkannya.
Jadi, seorang guru yang bermoral adalah pendidik yang mempu menjaga ucapan dan tindakan agar tidak menimbukkan sesuatu yang merugikan dirinya dan peserta didik yang dididikya. Pendidik yang bermoral adalah mereka yang senantiasa tetap konsisten menjaga martabat baik profesinya serta mampu menunjukan prilaku, tindakan, dan apa yang keluar dari mulutnyv adapatv menimbulkan kebaikan bagi orang banyak.
Cara-cara yang mungkin dapat kita lakukan dalam mewujudkan semuanya itu terutama dalam mengembangkan keprofesionalan seorang pendidik antara lain.
1)      Merefleksikan diri sebelum dan sesudah megajar. Dengan begitu kita dapat mengetahui apakah yang kita lakukan terutama dalam kelas tidak menimbulkan sesuatu yang buruk.
2)      Secara konsisten dan penuh tanggung jawab mengamalkan kode etik profesi keguruan. Karena di sana telah dijelaskan bagiman kita seharunya bertindak dan berlaku, memperlakukan siswa kita, serta bagaimana kit abertidak di masyarakat.
3)      Senantiasa menerima dengan lapang dada setiap kritik yang membangun yang dilontarkan oleh masyuarakat ataupun teman prodesi kita, terutama sebisa mungkin meminta kritik dari para siswa tentang cara berprilaku kita di dalam kelas.
4)      Senantiasa mengawali setiap tugas dan kerja kita dengan meminta pertolongan Roh Kudus agar kiuta diberi kemampuan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab kita.
Dengan, begitu kita mungkin akat tetap di panfang sebagai guru yang berkompeten dan pantas untu dijadikan teladan.

3.     Moral dalam Pengembangan Profesi Pendidik
Seorang pendidik dikaatan berkualita, berkompetan, bahakan professional jika setiap apa yang dilakukannya, baik sikap, prilaku, tindakan, cara mendidik dan cara menempatkan posisinya dapat menunjukan atau mencerminkan sesuatu yang baik, berahklak, bahkan bermoral.
Seorang guru harus dapat menempatkan dirinya dimana saja dengan baik dengan menunjukan sikap ataupun prilaku yang bermoral. Pola tingkah laku guru tersebut dapat dilihat dari segi sasaran sikap profesi guru, yaitu:
1)      Sikap terhadap pertaturan perundang-undangan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, di pusat maupun di Daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesi awajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.
Bagaiamana guru bersikap terhadap peraturan yang berlaku menunjukan juga, aoakah ia bermoral atau tidak. Karena peraturan tersebut memberikan arahkan kepada seorang guru agar dapat berlaku baik.
2)      Sikap terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningktkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat tergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, di mana unsur pembentukannya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara naggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
3)      Sikap terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahawa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa: (1) Guru hendaknya menciptakan dan memlihara hubngan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan keleuargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan seta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain
4)      Sikap terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang ufur dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusi Indonesia seutuhnya.
Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Seorang guru yang bermoral adalah guru yang menempatkan peserta didik sebagai subjek didik bukan menempatkan murid sebagai objek apalagi objek penganiayaan.
5)      Sikap terhadap Tempat Kerja
Sikap in berkaitan dengan bagaimana guru bersikap bagi dirinya dan bagi orang tua murid dan masyarakat sekelilingnya. Guru bersikap bagi dirjya berarti bahwa gur harus membangun sikap yang baik dari dirinya sendiri sebelum ia bersikap kepada orang lain, terutama ia harus dapat mengintrospeksi dir bahaiaman prilakunya saat di dalam kelas.
Sikap terhadap orang tua murid terutama masyarakat adalah bagaiamana guru menunjukan sikap yang hangt kepad aorang tua murid agar membatu kita dalam mendidik perserta didik serta bagaiman kit abersikap kepada masyarakat. Sikap kit atersebut dapat dilihat dari cara berpakaian kita, tutur kata kita, bahkan dari apa yang kita gunakan. Untuk itulah, penting bagi seorang guru untuk mampu memposisikan dirnya dengan bai di masyarakat.
6)      Sikap terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar, guru akan berada dala bimbingan dan pengawasan pihak atasan.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut.
Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
7)      Sikap terhadap Pekerjaan
Profesi keguruan berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencitai dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugsnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuannya. Bukan hanya itu, guru juga harus mempunyai tanggung jawab dan sikap pengabdian penuh dalam mendidik.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri,guru dapat melakukannya secara formal maupun informal. Secaar formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atua kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya.
Secara informal guru dapat meningkat pengetahuan dan keterampilannya melalui mass media seperti televis, radio, majalah ilmiah, koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya.

4.     Guru yang Bernilai
Dari sini kita dapat berasumsi bahwa guru yang bernilai adalah guru yang ditempatakan siswanya sebagai seseorang yang patut dihargai, dihormati dan diteladani. Guru yang bernilai bahkan mungkin berarti bagai siswanya adalah
1)      Guru yang dapat membimbing mereka pada suatu tujuan ataupun cita-ciuta yang mereka harapkan.
2)      Guru yang bernilai bagi siswany adalah guru yang dapat mengambil peran penting dalam kehidupan siswanya,
3)      Guru yang menjadi orang tua kedua bagi siswanya, guru yang mengerti setiap permasalah yang dihadapi siswanya,
4)      Guru yang dekat dan peduli kepada siswanya.
Guru yang demikian adalah guru yang patut dibanggakan oleh siswanya bahkan mungkin oleh masyarakat luas.
Seorang siswa akan berhasil itu juga sangat bergantung dari peran seorang guru. Guru yang hanya sekedar memberikan pengetahuan akademik kepada siswanya adalah guru yang tidak bisa mengantarkan siswanya kepada keberhasilan, dan guru yang demikian bukanlah guru yang professional apalagi bernilai.
Seorang guru yang professional adalah mereka yang menguasai setiap kompetensinya bahkan yang paling penting bertanggung jawab penuh bagi setiap masa depan siswanya.
Dan disini yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah menjadi guru yang memiliki nilia.
Gaffar (Sauri: 2009) menyebutkan bahwa pendidikan bukan hanya sekedar menumbuhkan dan mengembangkan keseluruhan aspek kemanusiaan tanpa diikat oleh nilai, tetapi nilai itu merupakan pengikat dan pengarah proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Nilai sebagai sesuatu yang berharga, baik, luhur, diinginkan dan dianggap penting oleh masyarakat pada gilirannya perlu diperkenalkan pada anak. Sanjaya (2007) mengartikan nilai (value) sebagai norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu. Inilah yang menurutnya selanjutnya akan menuntun setiap individu menjalankan tugas-tugasnya seperti nilai kejujuran, nilai kesederhanaan, dan lain sebagainya.
Pada pembelajaran sebelumnya juga kita telah membahas apa-apa saja nili dalam pendidikan. Nilai pendidikan tersebut antara lain
2)      Nilai Kebaikan, dimana nilai ini megarahkan kita pada suatu pegamakan tentang berbuat baik, mengajarakan yang  baik, bertindak dengan baik bagi diri kita bahkan peserta didik.
3)      Nilai kebajikan, menunjukn pada perbuatan yang sesui dengan susila, pengendalian nafsu inderawi, tidak pantang menyerah, dan adil.
4)      Nilai kebahagiaan, menunjuk pada pencarian suatu kebahagiaan sejati yang dapat dinikmati dan diberikan kepada diri sendiri bahkanpun kepada para peserta didik.
Nilai-nilai tersebut dapat mengarahkan seorang pendidik pada perbuatan yang mencerminkan tindakan yang moral dan dapat dinilai sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya bahwa seorang pendidik akan dipandang sebagai seseorang yang mampu dan patut diteladani karena perilaku uang dilakukannya telah dinilali sebagi sesuatu yang bernilai.

5.     Nilai-Nilai yang diperlukan dalam Pengembangan Profesi Pendidik
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa nilai-nilai dalam pendidikan yang harus diamalakan seorang guru dalam mendidik adalag Kebaikan, Kebajikan, dan Kebahagiaan. Selain itu juga, beberapa nilai berikut (saya ambil dari nilai-nilai kempemimpinan oleh Herma Musakabe dalam Nilai-Nilai Kepemimpinan ….) yang perlu dimiliki seorang pendidik antara lain sebaagi berikut
1)      Integritas dan Moralitas. Integritas menyangkut mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Moralitas menyangkut ahlak, budi pekerti, susila, ajaran tentang baik dan buruk, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket, adat sopan santun. Persyaratan integritas dan moralitas penting untuk menjamin seorang guru yang baik, bersih dan berwibawa. Ditegah berbagai kasus yang menyangkut guru terutama tindakan penganiayaan kepada murid, lalai dalam tugas, tidak berkompeten dan lain-lain, maka nilai integritas dan moralitas seorang pendidik mendapat perhatian utama.
2)      Tanggung Jawab. Seorang pendidik harus memikul tanggung jawab untuk menjalankan misi dan mandat yang dipercayakan kepadanya. Pendidik harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi kependidikan terutama saat mengajar kepada anak didinya. Ia harus memiliki keberanian untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan dan mengambil risiko atau pengorbanan untuk kepentingan organisasi dan peserta didik. Tanggung jawab dan pengorbanan adalah dua hal yang saling berhubungan erat. Pendidik harus mengutamakan kepentingan organisasi dan tugas mendidiknya yang dilakukannya daripada kepentingan pribadi atau keluarga termasuk pengorbanan waktu.
3)      Visi Pendidik. Visi adalah arah ke mana pengambdianya kepada seseuau yang diabdikannya di bawah. Seorang guru menjadi motivator sekaligus pemberi arah bagaiaman para siswa dapat menentukan arah tujuan yang dicita-citakan. Visi seorang guru berkaitan dengan rencana masa depan ataupun metode-metode yang akan digunakannya dalam proses pembelajara, agar semua peserta didik mampu mengamaljan apa yang telah dipelajarinya.
4)      Kebijaksanaan. Kebijkasanaan (wisdom) yaitu kearifan seorang pendidik dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana.kebijkasanaan memiliki makna lebih dari kepandaian atau kecerdasan. Seorang guru harus bijaksana dalam menghadapi situasi yang sulit terutama ketika berhadapan dengan para anak didikya. Anak didik yang sering kali memiliki sifat bandel harus disikapi dengan bijak agar jangna sampapi mempengaruhi mental ataupun lebih menurunkan semangatnya dalam belajar. Seorang guru sering juga dihadapkan pada suatu situasi yang membutuhkan sikap bijak dalkam menghadapinya. Terutama saat anggota seprofesinya yang melanggar kode etik, atau suatu permasalahan pribadi yang akan berujung atau mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas.
5)      Keteladanan. Seperti yang dijelaskan di aatas, Keteladanan seorang guru adalah sikap dan tingkah laku yang dapat menjadi contoh bagi anak didiknya ataupun orang-orang disekitarnya. Keteladanan berkaitan erat dengan kehormatan,  integritas dan moralitas pendidik. Keteladanan yang dibuat-buat atau semu dan direkayasa tidak akan langgeng. Pendidik sejati melakukan hal-hal baik dengan wajar tanpa pamrih, bukan sekedar untuk mendapat pujian manusia. Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain sehingga dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat luas terutama peserta didik dan anggota/organisasi pendidik sebagai suatu teladan yang hidup. 
6)      Menjaga Kehormatan. Seorang pendidik harus menjaga kehormatan dengan tidak melakukan perbuatan tercela karena semua perbuatannya menjadi contoh bagi anak didiknya dan orang-orang sekitarnya. Ia tidak boleh mudah terjebak dalam godaan “Tiga Ta” yaitu “harta” (memperoleh materi atau uang secara tidak sah/ melanggar hukum), “tahta” (mendapatkan kekuasaan dengan menghalalkan sebagal cara) dan “wanita” ( perselingkuhan, hubungan seks di luar pernikahan) yang sering menjatuhkan kehormatan sebagai pemimpin. Terutama tindakan penganiayaan kepada murudnya. Mahatma Gandhi mengatakan ada 7 dosa sosial yang mematikan yaitu : “kekayaan tanpa kerja”, “kenikmatan tanpa nurani”, “ilmu tanpa kemanusiaan”, “pengetahuan tanpa karakter”, “politik tanpa prinsip”, “bisnis tanpa moralitas” dan “ibadah tanpa pengorbanan.” Semua itu merupakan rambu-rambu peringatan bagi pendidik untuk menjaga kehormatannya.
7)      Beriman. Beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa sangat penting karena pendidik adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya secara fisik, pikiran dan akal budi sehingga banyak masalah yang tidak akan mampu dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Iman dapat menjembatani antara keterbatasan manusia dengan kesempurnaan yang dimiliki Tuhan, agar kekurangan itu dapat diatasi. Iman juga merupakan perisai untuk meredam keinginan dan nafsu-nafsu duniawi serta godaan untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam menjalankan profesi kependidiknanya. Penting bagi seorang pendidik untuk selalu menyadari bahwa Tuhan itu Mahakuasa, Mahamengetahui dan Mahahadir.
8)      Kemampuan Berkomunikasi. Kependidikan yang bermoral adalah suatu proses moralitas untuk mencapai suatu tingkat atau keadaan dimana para pendidik mampu mengikat (dalam arti berkomunikasi dan berinteraksi) dengan yang dididiknya berdasarkan kebersamaan motif, nilai dan tujuan – yaitu berdasarkan kebutuhan-kebutuhan hakiki para peserta didik maupun bagi pendidik itu sendiri.” Pernyataan itu mengandung arti bahawa seorang pendidik harus mampu mengkomunikasikan dengan baik pengetauan yang dimilikinya kepada para pesertay didik, agar dapat dipahami dengan baik. Pendidik juga harus mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didik baik did ala kelas maupun di dalam masyarakat.
9)      Komitmen Meningkatakan Kualitas SDM. Ada pepatah kuno yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : “Kalau Anda ingin memetik hasil jangka pendek, tanamlah jagung atau padi. Kalau ingin memetik hasil jangka panjang, tanamlah pohon kelapa. Tetapi kalau ingin memetik hasil sepanjang masa, didiklah manusia !”. dan inilah yang menjadi salah satu tujuan pendidik, yaitu mendidik peserta didik agar menjadi menusia yang berkualitas sehingga dapat membangun bangsa dan Negara. Outpu pendidikan yang berkuallitas akan menghasilkan sumber daya sumber daya manusia yang berkualitas pula.

Pengembangan PKN di Sekolah Dasar
Dosen : Dirgantara Wicaksono,M.Pd

Anak Berkebutuhan Khusus

A.   Pengertian ABK
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.
Anak berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku, karakteristik,dan bentuknya yaitu:
a.       Kelompok ABK dilihat dari aspek kecerdasan (intelegensi)
Dari aspek kecerdasan, anak kelompok ini terdiri dari kelompok ABK berintelegensi di atas rata-rata (supernormal) dan kelompok ABK yang berintelegensi di bawah rata-rata (subnormal). ABK supernormal meliputi:
a)      Super cerdas/gifted (IQ>140),
b)      Sangat cerdas/full bright (IQ 130-140),
c)      Cerdas/rapid (IQ 120-130),
d)     Atas normal (IQ110-120).
e)      Kelompok ABK subnormal (tunagrahita) meliputi:
  • Bawah rata-rata/dull normal (IQ 80-90)
  • Moron/ border line (IQ 70-80)
  • Debil (IQ 60-70)
  • Imbisil (30-60)
  • Idiot (IQ<30)
b.      Kelompok ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani kelompok anak ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
a)    Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
  • Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan  sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau membedakan gelap dan terang.
  • Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.
b)      Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat dibagi menjadi:
  • Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses) 
  • Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB (mild losses) 
  • Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB(moderate loses)
  • Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe lossses)
  • Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly losses)
c)      Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat gerak (tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunadaksa dibagi menjadi dua kategori yaitu:
  • Tunadaksa orthopedic(orthopedicallyhandicapped) yaitu mereka yang mengalami kelainan kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
  • Tunadaaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.
d)     Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
e)      kelompok ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu
·         Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap autis pada umumnya  menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata dengan orang lain, kurang suka berteman, senang menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.
·         Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak atau aktifitas jasmani. Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak jasmani yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga dikatakan anak yang memiliki gejala – gejala perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal. Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif cukup, senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar berlangsung.
·         Anak berkesulitan belajar
Anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal bahkan ada yang diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
B.     Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
a.       Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
b.      Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLBB untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu. Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
c.       Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung ini diharapkan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin luas. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
d.      Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli yang berkaitan dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapis, psikolog, speech therapist, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah. Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuikan dengan kekhususannya.
Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing.  Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunanetra memperoleh latihan menulis dan membaca braille dan orientasi mobilitas; anak tunarungu memperoleh latihan membaca ujaran, komunikasi total, bina persepsi bunyi dan irama; anak tudagrahita memperoleh layanan mengurus diri sendiri; dan anak tunadaksa memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik. Lama pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingka dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa selama 6 tahun, dan untuk anak tunarungu 8 tahun. Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2 tahun 1989 dan PP No. 72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
·         Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun
·         Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun
·         Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pada pasal 6 PP No. 72 tahun 1991 juga dimungkinkan pengelenggaraan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.
C.     Faktor Penyebab Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus selain sudah menjadi takdir juga karena adanya faktor – faktor tertentu yang menjadi penyebabnya. Faktor – faktor penyebab itu menurut kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga peristiwa yaitu:
a.       Kejadian sebelum lahir (prenatal)
Faktor penyebab ketunaan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunaan yang terjadi pada  ABK yang terjadi sebelum masa kelahiran dapat disebabkan  antara lain oleh hal- hal sebagai berikut:
·         Virus Liptospirosis (air kencing tikus), yang menyerang ibu yang sedang hamil. Jika virus ini merembet pada janin yang sedang dikandungnya melalui placenta maka ada kemungkinan anak mengalami kelainan.
·         Virus maternal rubella (campak jerman, retrolanta fibroplasia (RLF) yang menyerang pada ibu hamil dan jamin janin yang dikandungnya terdapat kemunngkinan akan timbul kecacatan pada bayi yang lahir.
·         Keracunan darah (toxaenia) pada ibu- ibu yang sedang hamil sehingga janin tidak dapat memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga saraf – saraf di otak mengalami gangguan.
·         Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi di kandungan yang terjadi karena ada gangguan/infeksi pada placenta.
·         Penggunaan obat – obatan kontrasepsi yang salah pemakaiannya sehingga jiwanya menjadi goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi dalam perut.
·         Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat berkembang secara wajar.
b.      Kejadian pada saat kelahiran
Ketunaan yang terjadi pada saat kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
·         Proses kelahiran yang menggunakan tang verlossing (dengan bantuan tang). Cara ini dapat menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan otak kurang dapat berkembang secara optimal.
·         Proses kelahiran bayi yang terlalu  lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan zat asam/oksigen. Hal ini dapat menggangu pertumbuhan sel-sel di otak. Keadaan bayi yang lahir dalam keadaan tercekik oleh ari –ari ibunya sehingga bayi tidak dapat secara leluasa untuk bernafas yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada otak.
·         Kelahiran bayi pada posisi sungsang sehingga bayi tidak dapat memperoleh oksigen cukup yang akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak
c.       Kejadian setelah kelahiran
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh setelah kelahiran pula karena faktor- faktor penyebab seperti berikut ini:
  • Penyakit radang selaput otak(meningitis) dan radang otak(enchepalitis)sehingga menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel otak menjadi terganggu. 
  •   Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam. 
  •  Stress berat dan gangguan kejiwaaan lainnya.Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis media), malaria tropicana yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.
Pengembangan PKN di Sekolah Dasar
Dosen : Dirgantara Wicaksono,M.Pd